MOJOKERTO, FaktualNews.co – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mojokerto, Edi Ikhwanto, angkat bicara terkait persoalan sulitnya mencari tempat pemakaman untuk umat nonmuslim.
“Pada prinsipnya kita menyayangkan kejadian sulitnya warga non muslim di Desa Sooko beberapa waktu lalu. Kita juga kasihanlah,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (28/7/2021).
Ia mengaku telah membicarakan hal tersebut dengan Wakil Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra. Ia mendapat informasi bahwa yang sebenarnya lahan pemakan di Perum Soooko memang diperuntukkan untuk warga muslim.
“Kita tadi bertemu Wabup membicarakan itu. Kami dapat informasi lahan pemakaman itu diperuntukkan untuk memang warga muslim, sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad jual beli,” tandasnya.
Edi menjelaskan, kasus tersebut sebenarnya sama dengan kejadian tahun 2019 di Desa Ngares, Kecamatan Gedeg. Lahan pemakaman tidak ada keterangan wakaf di tanah diperuntukkan warga muslim. Akan tetapi hasil kesepakatan tokoh dan warga masyarakat disepakati untuk warga Muslim.
“Sama kayak kasus yang dulu kita tangani di Desa Ngares dulu kan, tidak ada wakaf, tapi menggunakan kearifan lokal, musyawarah tokoh masyarakat, kan gitu dulu toh,” jelasnya.
Agar kedepan tidak terjadi persoalan yang sama. Pihaknya mengaku sedang melakukan Pembahasan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pemakaman Umum di Kabupaten Mojokerto bersama pemerintah Kabupaten Mojokerto dan akan membahasnya dengan kepala desa se-Kabupaten Mojokerto.
“Sedang kita bahas Raperdanya, sudah kita ajukan ke Gubernur. Nanti kita juga ajak kepela Desa se-Kabupaten Mojokerto membicarakan hal itu,” ungkapnya.
Ia berjanji, akan segara menuntaskan persoalan ini agar kedepan tidak lagi terjadi polemik yang sama. Warga beragama apapun harus mendapatkan prilaku yang sama. Apalagi orang yang meninggal juga harus dihormati dan diperlakukan dengan baik.
“Kita akan kawal, kita akan turun ke warga untuk menyelesaikan persoalan ini, seperti yang kami lakukan saat mengawal di Desa Ngares. Orang beragama hindu, budha, kristen, islam, dan katolik semuanya hak sama,” pungkasnya.
Seperti diketahui, anak kandung almarhum Sumiartotok, Medianti Jibi Saraswati menceritakan, setelah ayahandanya menghembuskan nafas terakhir, ia dan keluarganya langsung pergi ke rumah sakit untuk menandatangani dokumen dan segara mencari tempat pemakaman.
Medianti menceritakan, sebagai umat Katolik, saat itu dia menghubungi pihak lingkungan Gereja Katolik guna meminta izin agar ayahandanya dikebumikan di komplek pemakaman Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.
Ternyata pihak pemakaman Kedundung menolak lantaran almarhum ayahnya teridentifikasi sebagai jenazah korban Covid-19.
“Ya sudah. Saya kan harus cari jalan lain. Nah, kemudian suami saya tanya pak RT untuk bisa di makamkan di Desa sini (Sooko). Terus saya dikasih nomor salah satu Perangkat Desa bernama Heru dan kemudian mendatangi ke rumahnya,” kata Medianti.
Dari Perangkat Desa tersebut, pihaknya mendapat jawaban jika jenazah ayahandanya tidak bisa dikebumikan di pemakaman lingkungan Perum Sooko Indah dengan dalih ayahnya merupakan warga nonmuslim dan tempat pemakaman tersebut khusus untuk warga beragama Islam.
“Otomatis saya emosi, bapak ini warga sini lama, kok tidak bisa, apa warga sini muslim semua? Kan tidak to,” keluh Medianti.
Medianti pun menghubungi saudara-saudaranya yang ada di daerah Blitar. Kebetulan di sana ada kerabatnya yang memiliki tempat pemakaman keluarga. Akhinya sekitar pukul 07.30 WIB, keluarga memutuskan jenazah sang ayah dimakamkan di Blitar.