Sosial Budaya

Mencuci Keris pada Malam Suro di Situbondo, Merawat Warisan Leluhur

SITUBONDO, FaktualNews.co – Bagi sebagian warga, tanggal 1 Suro atau dalam kalender Islam adalah 1 Muharram, identik dengan kegiatan ‘ngumbah keris’ atau jamasan keris untuk tradisi Jawa.

Ngumbah atau jamas yang berarti mencuci atau tujuannya adalah membersihkan atau mensucikan dari kotoran dan keris dimaknai sebagai perwujudan senjata yang menjadi pusaka bagi pemiliknya.

Tradisi ini diyakini sudah dilakukan oleh para pemilik pusaka sejak turun temurun. Apalagi, jika pusaka diyakini memiliki keistimewaan atau kekuatan tertentu.

Seperti sejumlah kolektor benda-benda pusaka di Kota Situbondo, mereka melakukan ritual mencuci benda pusaka, untuk merawat sekaligus menghormati benda-benda pusaka peninggalan leluhur.

“Formalnya kami melakukan perawatan benda pusaka di bulan Suro. Setiap kolektor di sini biasanya melakukan ritual mencuci benda pusaka di rumahnya masing-masing,” kata Sudi Wardoyo, Selasa (10/8/2021).

Menurutnya, ada 40 orang lebih kolektor benda pusaka di sekitar kota Situbondo. Setiap kolektor biasanya memiliki benda pusaka paling tinggi nilainya, baik nilai sejarah maupun harganya.

Sudi mengaku memiliki koleksi benda pusaka berupa keris ‘Omyang Jembe’. Nama omyang itu diambil dari Mpu pembuat keris, sedangkan Jembe merupakan nama desanya.

Keris Omyang Jimbe dibuat di masa Prabu Brawijaya V di masa Kerajaan Majapahit. Konon keris Omyang Jimbe ini dibuat untuk menangkap pagebluk (kalau sekarang semacam wabah Covid-19).

Model keris Omyang Jimbe cukup unik karena ada dua anak kembar di gagangnya. Harga keris omyang Jimbe sendiri cukup mahal berkisar antara Rp 600 juta hingga Rp. 1 miliar.

“Bagi seorang kolektor benda pusaka akan mempelajari sejarahnya terlebih dahulu. Semakin tinggi nilai sejarahnya maka semakin mahal harganya. Misalnya benda pusaka tertentu pernah jadi senjata raja tertentu, itu akan mahal karena jadi kebanggaan tersendiri,” ujarnya.

Sudi menambahkan, para kolektor memiliki koleksi benda pusaka bermacam-macam seperti keris, tombak dan pedang. Semua koleksinya itu pasti sudah terlacak sejarahnya karena nilai dari koleksi benda pusaka dari sejarah sekaligus manfaatnya.

“Banyak sekali koleksi benda pusaka di Situbondo. Kami masih berencana membuat semacam museum agar para generasi muda tahu peninggalan leluhurnya,” bebernya.

Karno Hari Susanto mengatakan, dirinya jadi kolektor benda pusaka karena warisan dari keluarga. Saat ini, Karno memiliki 100 benda pusaka seperti tombak, keris dan pedang. Sebagian besar benda-benda pusaka tersebut merupakan warisan keluarga.

“Bapak dan kakek saya pejuang. Benda-benda pusaka ini sebagian besar saya dapat dari warisan keluarga. Tugas kita saat ini hanya merawat karena kita sudah tak bisa lagi membuat benda seperti ini,” terangnya.

Karno mengaku, dirinya melakukan ritual cuci keris untuk merawat agar tetap bersih. Selain bulan Suro, dirinya juga sering membersihkan benda pusaka dengan minyak khusus agar pamornya tetap terawat dan tidak berkarat.

Ke depan dirinya akan mendirikan paguyuban pecinta benda pusaka. Tujuannya, untuk melestarikan agar anak-anak muda bisa mengenal sejarah dan peninggalan leluhurnya.

“Anak-anak milenial sudah tak mengenal benda-benda pusaka seperti ini. Oleh karena itu, kami akan bentuk paguyuban untuk melestarikannya agar semakin banyak orang mencintai benda-benda pusaka ini,” pungkasnya.