Teknologi

“Ibnu Firnas”, Ilmuwan Islam yang Mengispirasi Umat Manusia Untuk Bisa Terbang

FaktualNews.co – Abu al-Qasim ‘Abbas bin Firnas bin Wardus atau yang dikenal dengan Ibnu Firnas, lahir pada abad ke-9 M atau sekitar tahun 810 M, di Ronda, Malaga, Spanyol. Benteng-benteng dibangun di sekitar kota mulai mengalami perkembangan pesat, setelah Islam masuk ke Andalusia pada tahun 711 M.

Sebagaimana dilansir dari nationalgeographic, Phillip K. Hitti menulis dalam bukunya yang berjudul History of The Arabs: From The Erliest Times to The Present pada tahun 1937, menceritakan tentang gagasan cemerlang Ibnu Firnas untuk dapat membuat manusia terbang. “Kisah Ibnu Firnas telah menginspirasi banyak orang untuk dapat terbang,” tulisnya.

“Ia (Ibnu Firnas) adalah orang pertama dalam sejarah yang melakukan upaya saintifik (ilmiah) untuk terbang, itu membuatnya melegenda,” tambah Hitti.

Ibnu Firnas adalah seorang penyair besar. Kehebatannya, membuat ia kerap diundang sebagai penyair di istana Imarah, Cordova, Spanyol. Meski begitu, temuan kedua sayapnya menjadikannya melegenda dan lebih dikenal dunia.

“Sejauh kontribusi Ibnu Firnas dalam dunia penerbangan, hampir jelas bahwa ia mulai menciptakan perangkat terbang yang memungkinkannya terbang dari satu tempat ke tempat lain pada tahun 875 M,” tulis Ezrad Azraai Jamsari yang bersama timnya mengungkap kisah Ibnu Firnas dalam jurnal yang dimuat pada Advances in Natural and Applied Sciences berjudul Ibn Firnas and his contribution to the aviation technology of the world, terbitan tahun 2013.

Ibnu Firnas merupakan seorang yang gigih dalam hal terbang. Ia tak menyerah dan selalu mencoba berulang kali untuk dapat terbang. Ia merancang desain sayap dengan membalut tangannya menggunakan sutra dan bulu elang untuk dapat terbang. Kemudian, Ia berdiri di tempat yang tinggi untuk lepas landas, dan meluncur ke bawah dengan mengepakkan tangannya.

Kegagalannya tak pernah membuatnya menyerah. Ibnu Firnas mendesain kembali perangkat terbangnya. Di usia 65 tahun, ia menguji perangkat terbangnya di depan ribuan penonton, di Gunung Al-‘Arus, Rusafa, Suriah. Kali ini upayanya hampir berhasil. Dataran tinggi memungkinkannya untuk meluncur di udara, terbang selama lebih dari sepuluh menit sebelum akhirnya pendaratan buruk mencelakainya.

Kecelakaan tersebut melukai punggungnya. Ibnu Firnas mengalami patah tulang punggung dan membuatnya berhenti untuk mengembangkan perangkat penerbangan lebih lanjut. Dua belas tahun kemudian, Ibnu Firnas meninggal di tahun 887 M, tepatnya saat berusia 77 tahun.

Sebelum wafat, Ibnu Firnas menyadari pentingnya ekor pada bagian glider (pesawat luncurnya). Mattias Paul Scholz dalam bukunya berjudul Advanced NXT : the Da Vinci inventions book yang terbit pada 2007, menjelaskan tentang teori Ibnu Firnas yang direkam oleh Leonardo Da Vinci.

“Setelah kecelakaan uji terbang, Ibnu Firnas menyadari bahwa struktur ujung ekor adalah bagian penting untuk mendarat, dan ini mirip dengan bagaimana seekor burung menggunakan ekornya untuk mengurangi kecepatannya. Struktur ini kemudian dinamai ornithopter oleh da Vinci,” tulis Scholz dalam bukunya.

Pada 1260 M, Roger Bacon menulis tentang ornithopter theory yang didasari pada eksperimen dan gagasan Firnas. sayangnya, manuskrip yang ditulis Bacon menghilang begitu saja dalam perpustakaan Spanyol. Hal tersebut kemudian berpengaruh pada berkurangnya pengakuan terhadap penemuan prototipe pesawat Ibnu Firnas.

Pada tahun 1908 M, Wright bersaudara mendemonstrasikan menerbangkan pesawat di Prancis, penemuan ini kemudian menenggelamkan peran Firnas sebagai pencipta prototipe. Hari ini, dunia penerbangan telah menjadi kompleks dengan segala kecanggihannya.

Studi tentang ornithopter menjadi pembicaraan para ilmuwan, selain bagian sayap, ekor pesawat akan menjadi penting, untuk membuat pesawat mendarat dengan halus dan sempurna.