FaktualNews.co

PD Muhammadiyah Jember Tanggapi Soal Honor Pemakaman Pasien Covid-19 yang Diterima Bupati

Birokrasi     Dibaca : 501 kali Penulis:
PD Muhammadiyah Jember Tanggapi Soal Honor Pemakaman Pasien Covid-19 yang Diterima Bupati
FaktualNews/Muhammad Hatta/

JEMBER, FaktualNews.co – Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah Jember turut menyoroti honor yang diterima Bupati Jember Hendy Siswanto, Sekda Mirfano, Plt. BPBD Jember M. Jamil, dan Kabid Penta Satria untuk pemakaman pasien Covid-19.

Mereka masing-masing menerima Rp 70,5 juta. Honor tersebut berdasarkan dengan jumlah korban Covid-19 yang meninggal. Karena setiap satu pasien yang meninggal, pejabat tersebut mendapat honor Rp 100 ribu.

Ketua PD Muhammadiyah Jember Kusno menjelaskan, hal tersebut sah-sah saja asal ada klausul yang jelas dan para pejabat benar-benar mengeluarkan keringat dalam penanganan tersebut.

“Kalau Muhammadiyah itu sederhana sekali. Jadi, yang pertama, harus ada kaidah usul yang jelas. Sepanjang ada ketaatan, ada kelelahan, ada keringat yang dikeluarkan, maka berhak untuk mendapat upah,” kata Ketua PD Muhammadiyah Jember Kusno, saat dikonfirmasi melalui ponselnya, Jumat (27/8/2021).

Selanjutnya, kata Kusno, adalah aturan-aturan yang dibuat. Sepanjang aturannya sudah benar dan disepakati, maka boleh untuk dilaksanakan.

“Orang Islam itu terikat oleh aturan yang ada dan berlaku baik syar’an ( berdasarkan ajaran agama Islam) maupun hukman (regulasi negara). Jika memang aturan hukman itu sudah disepakati oleh pengambil kebijakan, maka dia juga terikat dengan aturan itu,” terang Kusno.

“Jadi, ketika dalam proses pemakaman ada aturan yang menyebutkan ada upahnya, dan itu tidak diambil dari tirkah (peninggalan mayit) atau harta keluarga mayit , maka itu sudah menjadi sebuah norma yang mengikat.  Ketika aturan itu dilaksanakan, hal itu tidak menyalahi norma hukman wa syar’an,” imbuhnya.

Menyoroti dari sudut pandang etika, ia menambahkan bahwa hal tersebut tidak dipermasalahkan. Terlebih jika regulasinya sudah sesuai.

“(Seringkali) karena melihat etis dan tidak etis, akhirnya yang benar dianggap salah, yang salah dianggap benar. Jadi etika itu harus tunduk pada kebenaran dan kebajikan. Biasakan yang benar bukan membenarkan kebiasaan. Dan biar tidak menimbulkan persepsi etis ataupun tidak etis, maka regulasinya harus bernilai insaniyat dan ilahiyat,” tandasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Mufid