FaktualNews.co

Dusun Petung, Bondowoso yang Terisolasi (1): Warga Sakit Parah, Ditandu Jalan Kaki 2 Jam Turun Gunung

Liputan Khusus     Dibaca : 777 kali Penulis:
Dusun Petung, Bondowoso yang Terisolasi (1): Warga Sakit Parah, Ditandu Jalan Kaki 2 Jam Turun Gunung
FaktualNews.co/Deni Ahmad Wijaya
Bagian Dusun Petung, Desa Kretek,Kecamatan Taman Krocok, berada di atas gunung. Dusun ini menjadi salah satu wilayah terisolasi di Kabupaten Bondowoso.

BONDOWOSO, FaktualNews.co – Jalan makadam terjal dihantam empat roda dari dua motor berbeda, Senin (6/9/2021) siang.

Satu motor di depan yakni motor trail milik Bhabinkamtibmas Kretek, Polsek Taman Krocok Bripka Erly Witikno. Sedangkan di belakangnya Honda Revo milik penulis.

Jalur hanya selebar 1 meter. Di setiap tikungan tanjakan tajam, di satu tepinya pasti jurang. Hilang fokus, nyawa melayang. Kalimat itu menjadi sebuah pesan bagi para pendatang yang naik ke Dusun Petung, Desa Kretek, Kecamatan Taman Krocok, Kabupaten Bondowoso.

Saking sempitnya, tiap ada pengendara lain yang datang dari arah berlawanan, maka harus ada yang mengalah dan berhenti, memiringkan kuda besinya agar tidak tersenggol.

Tujuh kilometer jauhnya dari kantor desa Kretek, barulah sampai di rumah berdinding kayu sirap berpadu dengan dinding anyaman bambu alias bedek.

Rumah itu milik Ketua RT 7 Kusnadi. Rumahnya sama dengan rumah warga lainnya. Sangat sederhana dengan beranda rumah yang gersang, sekering hutan jati yang baru saja kami lewati.

“Ya begini kondisi kami, mas. Warga di sini memang terisolasi sejak dulu. Listrik dan air saja sulit, apalagi untuk mendapatkan jaminan hidup, pendidikan dan kesehatan layak,” tutur Kusnadi kepada FaktualNews.Co.

Di RT nya, hidup 40 kepala keluarga dengan kisaran jumlah penduduk 70 jiwa. Rata-rata berpendidikan rendah. Sebab, hanya ada satu lembaga pendidikan di sana yang dibangun era Presiden Soeharto, yakni SDN 3 Kretek.

“Lulus SD, pilihannya cuma 2. Mondok ke MTs atau kawin lalu merantau. Sebab kalau mengandalkan hidup di sini, makin sulit,” tutur Kusnadi yang menerima tamunya dengan kaos tipis dan bersarung itu.

Infrastruktur menjadi problem utama. Banyak warga terpeleset jatuh menuju dusun petung. Jika ingin lebih aman, maka harus mengendarai kuda. Itupun bukan jaminan bagi penunggang amatir.

“Beberapa pejabat sudah pernah ke sini, tapi mana? Cuma datang dan meninjau saja. Sampai sekarang gak ada perubahan,” ketusnya.

Mirisnya, ketika ada warga sakit parah dan butuh penanganan medis darurat, maka hal itu seolah menjadi pertarungan hidup dan mati bagi calon pasien.

“Misal mau bersalin kan harus dibawa ke Polindes yang di kantor desa itu. Jadi, ibu yang mau melahirkan itu ditaruh di kursi atau sofa, diikat lalu kursinya dipikul sama 4 orang. Biasanya yang antar banyak, jadi bisa gantian. Perjalanan bisa 1- 2 jam sampai lokasi,” ungkap Kusnadi.

Musappa, guru SDN 3 Kretek telah 11 tahun mengajar di sekolah tersebut. Dia adalah warga Kecamatan Wonosari. Dia tidak setiap hari bisa ke sekolah, tergantung kebugaran tubuhnya. Sebab perjalanan pasti menguras tenaga dan perlu konsentrasi tinggi.

“Misal hari mengajar itu hujan, saya gak berani turun. Jadi harus menginap di rumah warga atau di sekolah. Besok kalau sudah gak hujan dan jalan kering, baru pulang,” ungkap Musappa.

Ia pernah nekat pulang pasca hujan. Jalan licin menjadi tantangan. Tidak terhitung jumlah Musappa terjatuh, terluka dan motornya rusak gegara terpeleset.

“Musim kemarau masih terbilang enak dilalui bagi yang terbiasa ke sini. Tapi bagi pendatang wajib hati-hati. Sedangkan saat musim hujan, itu yang kudu esktra hati-hati. Taruhannya nyawa,” terangnya.

Bhabinkamtibmas Kretek Polsek Taman Krocok Bripka Erly Witikno malah pernah patah tulang sebab jatuh terpeleset saat menuju dusun petung.

“Jalannya memang ekstrem. Ini termasuk daerah terisolasi di Bondowoso. Tiang listrik PLN belum bisa masuk ke sini. Jadi untuk suplai listrik harus narik kabel dari bawah. Biayanya antara Rp 6,6 juta – Rp 9 juta, tergantung jarak,” paparnya.

Usai kabel ditarik dari bawah menuju ke rumah warga, lalu beberapa rumah di sampingnya menyambung paralel. Konsekuensinya, mereka membayar bulanan pada rumah yang menarik kabel listrik tersebut.

“Hitungannya per lampu Rp 10 ribu dan 1 TV Rp 15 ribu per bulan,” sebut Bripka Erly tersenyum usai menjelaskan. Suguhan kopi hitam dari Kusnadi diseruputnya pelan-pelan.

Warga, pemerintah, kepolisian dan PLN sempat sepakat atas rencana pendirian tiang listrik di dusun petung beberapa waktu lalu. Namun, pihak PLN kesulitan mengangkut tiang karena infrastruktur yang buruk.

“Warga di sini lo siap mengangkut menggunakan tangan kosong. Mereka siap gotong royong. Nah, malah PLN membatalkan karena persoalan pemeliharaan yang diprediksi sulit. Penyebabnya ya infrastruktur lagi,” tuturnya.

Camat Taman Krocok Muhdar membenarkan kondisi masyarakat di Dusun Petung yang terisolasi. Kabar tentang evekuasi warga dengan cara ditandu berjam-jam turun gunung juga kerap didengar.

“Kami meminta pihak-pihak terkait mencarikan solusi bagi warga di dusun petung yang sangat terisolasi. Butuh dukungan dari sejumlah pihak untuk menyelesaikan masalah di sana,” terang Muhdar dikonfirmasi terpisah.

Namun, pihaknya menyadari bahwa anggaran pembangunan di tingkat Desa maupun kecamatan tidak mampu memperbaiki buruknya infrastruktur di dusun petung.

“Minimal harus DPUPR Kabupaten yang turun dengan programnya. Syukur-syukur ada bantuan pemerintah provinsi atau bantuan lain. Kalau skala desa, jelas gak mampu,” tuturnya.

Ady Kriesna, Wakil Rakyat Dapil setempat ikut angkat bicara. Ia beberapa kali berkunjung ke sana dan merasa miris melihat kondisi masyarakat di dusun Petung.

“Saya sekarang warga Kecamatan Tegalampel tapi darah kecil saya berada di Desa Kretek,” ucap Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bondowoso ini melalui sambungan selulernya.

Ketua DPD Partai Golkar Bondowoso ini menyampaikan solusi bagi eksekutif Pemkab Bondowoso dalam menyikapi terisolasinya beberapa wilayah.

“Bedol dusun harus dilakukan. Jadi sekali memperbaiki, harus tuntas semua, baik infrastruktur, ketersediaan air, listrik sampai sarana pendidikan dan ekonomi,” tegasnya.

Jika hanya mencicil program saban tahun, maka hal itu dirasa percuma. Ekstremnya topografi wilayah Dusun Petung menjadi sebabnya.

“Jika dicicil, misal tahun ini bangun jalan sekian kilometer, tahun depan sekian kilometer dan seterusnya, maka percuma. Belum sampai tuntas di atas, yang bawah sudah rusak lagi,” bebernya.

Ia mengakui bedol dusun akan memakan anggaran besar. Dan itu harus disesuaikan dengan prioritas pembangunan dari Pemkab Bondowoso.

“Kalau melihat visi misi pemerintah Bondowoso sekarang yaitu ‘Membangun Bondowoso dari Pinggiran’, maka seharusnya wilayah pelosok dan terisolasi seperti Petung harus disentuh tahun 2022 nanti,” tegas Ady.(Deni)

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh