FaktualNews.co

Mantan Plt. Kepala BPBD Jember Tampik Soal Dugaan Penyelewengan Anggaran Covid-19

Birokrasi     Dibaca : 820 kali Penulis:
Mantan Plt. Kepala BPBD Jember Tampik Soal Dugaan Penyelewengan Anggaran Covid-19
FaktualNews.co/Muhammad Hatta/
Mantan Plt. Kepala BPBD Jember Mat Satuki.

JEMBER, FaktualNews.co – Terkait dugaan penyelewengan anggaran di wilayah BPBD Jember sebesar Rp 14 Miliar era Bupati Faida, mantan Plt. Kepala BPBD Jember Mat Satuki menampik hal tersebut.

Menurutnya, untuk pengelolaan anggaran menangani persoalan Covid-19 di Jember kala itu, sudah sesuai dengan aturan dan regulasi yang ada.

Anggaran penanganan Covid-19 tersebut merupakan hasil refocusing dan realokasi anggaran pada Pemerintah Kabupaten Jember sebesar Rp 479,417 Milyar.

Anggaran tersebut diperuntukkan untuk Belanja Tidak Terduga (BTT) pada Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sebesar R 401 Milyar dan anggaran kegiatan (Belanja Barang dan Belanja Modal) pada Dinas Kesehatan sebesar Rp 78,417 Milyar.

Dikonfirmasi melalui ponselnya, Satuki mengaku bingung saat muncul dugaan adanya penyelewengan anggaran Rp 14 Miliar, untuk penanganan Covid-19 kala itu yang dilaporkan oleh sejumlah aktivis.

“Itu dapat data dan informasi dari mana (para aktifis). Saya bingung membaca (Informasi berita), temuan darimana itu (dugaan Penyelewengan anggaran Rp 14 Miliar). Karena kalau BPK tidak ada temuan seperti itu, (Setahunya) indikasi kerugian negara tidak ada, tindakan korupsi tidak ada. Hanya belum disahkan karena melebihi tahun anggaran itu saja,” kata Satuki, Jumat (10/9/2021).

Satuki menjelaskan, kala itu dilakukan refocousing anggaran, karena ada aturan kedaruratan.

“Tugas kami meng SPJ kan ke BPK. Urusan disahkan atau tidak, itu bukan kewenangan kami. Kalau masalah (dugaan penyelewengan) Rp 14 Miliar darimana itu saya kurang paham. Saya tidak berani mengomentari,” katanya.

“Kalau soal honor, semua termasuk nakes, kegiatan di JSG, dan semua kegiatan. Memang banyak orang honornya segitu. Tidak kemudian hanya satu atau dua orang, itu tidak,” sambungnya.

Ditanya berapa total nilai honor yang diterima, Satuki enggan menyampaikan.

“Namanya dulu Honor Satgas, ada honor nakes kontrak, perawat, dokter dan relawan lain,” sebutnya.

“Soal honor yang diterima, saya tidak tahu yang sekarang. Hanya saya mendengar (jika) untuk honor pemakaman sekarang itu Rp 100 ribu per pemakaman. Kalau dulu Rp 150 ribu,” sambungnya.

Terkait besaran honor pemakaman bagi relawan dan petugas organik BPBD Jember yang lebih besar dibandingkan dengan sekarang, Satuki juga menjelaskan permasalahannya di lapangan.

“Honornya Rp 150 ribu per pemakaman, tapi dulu sedikit sih korbannya. Beda dengan sekarang. Dulu kami juga saat pemakaman banyak mengalami pelemparan tanah, batu (tindak anarkis) dan lain-lain. Bahkan polisi pun saat itu (sebagai) petugas keamanan mengamankan (menjaga) kami,” imbuhnya.

Ditanya soal honor yang diterima oleh Bupati serta pejabat di tingkat Forkopimda, Satuki juga menyampaikam bahwa itu hanya honor sebagai satgas.

“Bupati dan pejabat lainnya (Forkopimda), itu menerima honor satgas. Bukan pemakaman saja, untuk honor itu hanya yang bekerja di lapangan. Terkait pemotongan, tidak ada dulu itu,” jelasnya.

“Untuk pejabat menerimanya honor ada aturannya sesuai dengan regulasi di atasnya, per bulan sekian. Ketua Satgas saat itu bupati, sekretaris saya (menjabat Plt. Kepala BPBD Jember), Pak Dandim, terus Pak Kapolres, lainnya tapi maaf saya lupa. Nanti kalau ada waktu saya coba buka data laporannya. Apalagi saya sudah pindah dinas tidak di BPBD lagi,” sambung pria yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Jember itu.

Terkait penentuan honor bagi bupati sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19, tim yang terdiri dari pejabat tingkat Forkopimda serta relawan dan tim organik BPBD Jember hingga honor pemakaman sebesar Rp 150 ribu.

“Kami konsultasi dengan kabupaten pantesnya. Aturan baku tidak ada. Kami juga konsultasi dengan 4 kabupaten/kota (lainnya), dengan provinsi dan BNPB. Nilai sekian ini bagaimana pak. Bahkan mestinya ditambahi, karena awal itu jarang yang mau (sebagai petugas pemakaman). Kami juga berkoordinasi dengan kepolisian,” ujar Satuki.

“Apalagi pemakaman dulu harus 24 jam,” pungkasnya..

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Mufid