SURABAYA, FaktualNews.co – Pengobatan dengan menggunakan bagian-bagian tertentu dari tubuh tanaman sudah dikenal orang sejak lama.
Bahkan di jaman manusia purba dimana segala kehidupannya masih primitif dan sangat tergantung dengan alam. Mereka menggunakan hewan dan tumbuhan atau bahan alam lainnya untuk kebutuhan hidupnya termasuk untuk mengobati badannya yang sedang sakit atau terluka.
Di jaman moderen dimana teknologi kimia dan dunia medis (kedokteran) berkembang dengan pesatnya. Orang kemudian beralih menggunakan obat-obatan dari bahan kimia untuk mengatasi berbagai penyakit yang menyerang tubuhnya.
Meski dunia medis yang identik dengan obat dan terapi kimia maju dengan pesatnya namun tetap saja ada sebagian orang yang merasa takut ketika mengonsumsi obat-obat kimia.
Atau bahkan menolak terapi (pengobatan) secara kimia. Mereka lebih memilih cara alternatif yakni menggunakan obat yang berasal dari tumbuhan atau hewan. Pengobatan dengan menggunakan tanaman yang berkhasiat obat atau yang biasa disebut pengobatan herbal.
Belakangan ini banyak diminati masyarakat luas karena dianggap lebih terjangkau dari segi biaya dan tidak memberikan pengaruh buruk bagi tubuh penderita.
Bicara soal tanaman berkhasiat obat sepertinya tidak terlepas dari pengalaman turun-temurun yang beredar di masyarakat sejak nenek moyang kita dulu. Meski mungkin dunia farmasi atau medis belum melakukan riset atau penelitian secara mendalam terhadap khasiat tanaman tertentu itu anehnya sebagian orang justru sudah merasa yakin akan keampuhan atau khasiat tanaman itu.
Salah satu contohnya, tanaman Keladi Tikus yang sering didengung-dengungkan sekelompok orang sebagai tanaman “mujarab bin ajaib” yang sanggup menghajar perkembangan sel kanker yang menggerogoti organ tubuh seseorang ternyata setelah dilakukan penelitian menunjukkan.
Kandungan zat dalam Keladi Tikus yang bersifat menghambat pertumbuhan kanker malah nggak ada. Tapi masyarakat luas sudah telanjur tersugesti oleh informasi dari mulut ke mulut tadi.
Contoh lain, ketika seorang penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) memasuki tahap pemulihan maka sebagian anggota keluarganya menyarankan agar si penderita rajin mengonsumsi jus jambu merah (guava) agar trombosit dalam darah bisa meningkat sampai batas normal.
Padahal bila diteliti secara mendalam kandungan nutrisi guava tidak berkorelasi positif dengan peningkatan trombosit pada penderita DBD tadi. Seorang dokter ahli mengatakan kalau meningkatnya jumlah trombosit hingga batas normal itu bukan lantaran rajin mengonsumsi jus guava melainkan lebih dikarenakan pulihnya kondisi kesehatan seorang penderita setelah secara teratur menerima asupan gizi dari makanan yang dikonsumsinya.
Obat herbal sebagian memang sudah melalui tahap pengujian di laboratorium dan bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh manusia (uji klinis) sebagian lagi mungkin belum tapi masyarakat sudah telanjur tersugesti oleh pengalaman turun-temurun yang berkembang di masyarakat.
Kates (Pepaya) Gantung Sebagai Obat yang Handal
Semua bagian tanaman pepaya memberikan manfaat bagi kesehatan manusia. Buah dari tanaman yang memiliki nama Latin Carica papaya itu sering dijadikan solusi untuk mengatasi masalah BAB (Buang Air Besar).
Buah pepaya banyak mengandung beta karotin, pektin, delta-galaktosa, lamda-arabinosa, papain, papayotimin-papain, alkaloid karpain, Fitokinase, Vitamin A, Vitamin C.
Tak hanya itu, di dalam buah pepaya juga terkandung zat alkaloid karpain, glukotropaeolin dan benzyl-isotiosianat yang sangat ampuh membunuh bakteri. Daun, akar dan bagian kulit batang mengandung saponin, alkaloid, flavonoid dan polifenol.
Sementara untuk bunga pepaya terutama pada Kates (pepaya) Gantung diyakini mengandung flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid, karbohidrat dan antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas.
Akar pepaya termasuk pepaya gantung berguna sebagai peluruh air seni. Bijinya bisa dimanfaatkan sebagai obat cacing dan peluruh haid. Buahnya yang matang berfungsi untuk meluruhkan empedu, memicu enzyme pencernaan dan menguatkan lambung. Buah pepaya yang masih muda (mengkal) berkhasiat melancarkan ASI.
Perlu diketahui bahwa pepaya gantung disebut juga pepaya jantan karena nyaris tidak menghasilkan buah namun sesekali juga berbuah dengan biji yang mandul (partenogenesis).
Daun dan bunga pepaya gantung rasanya pahit karena kandungan alkaloid karpain yang ada di dalamnya. Sebagian orang memanfaatkan daun, bunga dan akar pepaya gantung untuk obat (jamu) penyakit lemah jantung. Bagian-bagian tanaman pepaya tadi ditumbuk hingga halus lalu diperas airnya kemudian diminum.
Atau direbus dengan air minum dalam kemasan seperti merek cleo atau air kemasan merek lain asalkan TDS (Total Dissolved Solid)nya sama dengan nol. Tapi merebusnya dengan menggunakan bejana (gerabah) dari tanah liat agar zat-zat yang terkandung di dalam bunga, akar dan daun pepaya itu benar-benar larut dalam air dan tidak bercampur dengan senyawa bejana logam atau unsur-unsur air biasa seandainya merebusnya menggunakan air bersih biasa.
Sebagian orang yang nafsu makannya mulai menurun, dengan minum jamu kates gantung maka nafsu makanpun akan meningkat.
Jamu yang terdiri dari campuran bunga pepaya gantung, jahe, kuning telur ayam kampung dan madu dipercaya menjadikan organ intim wanita (vagina) menjadi rapat kembali setelah melahirkan. Ini mitos atau fakta? entahlah.
Tapi bila memperhatikan beragam senyawa kimia yang terdapat di dalam seluruh bagian tanaman (daun, bunga, batang dan akar) pepaya gantung, beberapa di antaranya mengandung zat anti oksidan dan anti bakteri maka masuk akal bila ramuan itu mampu mengencangkan kembali otot-otot vagina yang mulai mengendur termasuk juga bau tak sedap ketika wanita sedang haid atau saat mengalami keputihan.
Bunga pepaya gantung akan bekerja semakin efektif dengan tambahan jahe, kuning telur dan madu (murni) dimana bahan-bahan pelengkap tadi juga telah terbukti berkhasiat obat.