Pengusaha Aksesoris HP di Surabaya Digugat Mantan Istri Karena Gana-gini
SURABAYA, FaktualNews.co – Seorang pengusaha sukses aksesoris handphone terkemuka di Surabaya, Wahyu Djajadi Kuari, digugat mantan istrinya, Roestiawati Wiryo Pranoto, karena gana-gini.
Dalam keterangan pers yang diterima media ini disebutkan, bahwa Roestiawati merasa mantan suaminya itu tak adil membagi harta yang menjadi haknya setelah bercerai. Sehingga janda cantik ini pun melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 650/pdt G/2021/PN Sby melalui kuasa hukumnya, Dr B Hartono.
Roestiawati selaku penggugat juga disebutkan hanya mendapat harta senilai Rp 3 miliar, dari total Rp 40 miliar harta yang berhasil mereka kumpulkan selama 16 tahun berumah tangga. Oleh karena itu, Hartono selaku kuasahukum penggugat menyatakan akan terus berjuang meminta agar gana-gini tersebut dibagi dua.
“Apabila penggugat hanya inginkan dua properti dari empat properti dan uang tunai sebesar Rp 10 miliar saja, maka penggugat tidak masalahkan nilai stok barang, kendaraan, piutang dan lainnya,” ujar Hartono, Senin (20/9/2021).
Lalu ia menambahkan, apabila permintaan kliennya itu tidak disetujui oleh tergugat, maka pihaknya meminta agar harta yang dikuasai tergugat diaudit guna mengecek kebenaran dari seluruh harta kekayaannya.
Roestiawati dikatakan Hartono tidak hanya menggugat mantan suaminya. Melainkan juga menggugat Wahyudi Suyanto selaku notaris pembuat perjanjian pembagian gana-gini yang dipermasalahkan tersebut.
“Bahkan merek Lucky pun akan diperkarakan juga, sebab merk ini muncul dan digunakan sejak masa perkawinan berlangsung. Selain itu, kami akan mengungkap kasus pemukulan yang oleh Wahyu DKK bersama kakak kandungnya terhadap teman klien saya yang bernama Soewanto,” lanjut Hartono.
Hartono menyebut, gugatan yang dilayangkan kliennya tersebut sesuai hukum yang berlaku. Sebagai seorang mantan istri yang telah mendampingi Wahyu Djajadi Kuari selama 16 tahun dalam merintis usaha dari nol.
“Berdasarkan gugatan perkara Nomor 650/pdt G/2021/PN Sby bahwa klien saya hanya dikasih Rp 3 miliar saja dengan dasar kesepakatan bersama yang dibuat sebelum perceraian berlangsung. Dan ditandatangani pada jam satu dini hari tanpa dihadiri saksi dari pihak klien atau penggugat. Ada maksud dan tujuan apa dilakukan seperti itu?” tegas Hartono.
Ia menilai isi kesepakatan bersama itu tidak proposional dan tidak lazim. Serta obyek yang diberikan Wahyu itu jauh dari hak seharusnya diperoleh dan yang dikuasai tergugat atas seluruh harta gana-gini.
“Sebab isinya tidak memenuhi unsur obyektif, sehingga hal ini batal demi hukum kesepakatan itu. Apalagi saat itu kondisi penggugat masih dalam keadaan tertekan dan tanpa didampingi saksi,” tandas dia.
Roestiawati menambahkan, dirinya saat merintis bisnis penjualan aksesoris handphone memulai dari nol. Tanpa dibekali modal dari harta orang tua atau warisan.
“Karena diantara kami tidak ada yang mempunyai harta peninggalan dari orangtua,” ucap Roestiawati.
Untuk diketahui bahwa bisnis jual beli aksesoris handphone yang mereka kelola telah berkembang pesat hingga memiliki karyawan sejumlah 60 orang dan memiliki kurang lebih 21 kios atau toko aksesoris.
Sementara itu, kuasa hukum tergugat Dr Yory Yusran saat dimintai tanggapan menyatakan bila dirinya menyerahkan semua pada kliennya.
“Dan saya sudah menjalin komunikasi juga sekaligus dengan prinsipal. Kalau ada yang mau ditawarkan ya silahkan, kalau damai kan lebih bagus. Cuma kalau tidak bisa damai ya sudah kita kembalikan lagi pada para pihak,” ucapnya.
Terkait permintaan penggugat agar aset dibagi dua dan uang sebesar Rp 10 miliar, Yory juga menyatakan bila dirinya menyerahkan hal tersebut ke kliennya.
“Kalau klien setuju berarti ya damai, kalau tidak ya berarti gugatan jalan terus,” ujar dia.
Terkait langkah pidana yang akan ditempuh penggugat atas pemukulan terhadap korban Soewanto, Yory enggan berkomentar karena dia ditunjuk kliennya untuk menangani perkara harta gana-gini, bukan perkara lain.
“Kalau soal itu saya no comment lah,” singkatnya.