Sosial Budaya

Batu Astadikpalaka di Situs Tribhuwana Tunggadewi Mojokerto Diduga Tempat Pemujaan

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melanjutkan ekskavasi tahap ke empat situs Bhre Kahuripan, di Desa Klinterejo, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Situs yang dikenal dengan petilasan Tribhuwana Tunggadewi itu diduga kuat merupakan bangunan suci tempat pemujaan.

Hal itu dibuktikan dari temuan batu astdikpalaka di 8 penjuru mata angin oleh tim ekskavasi. Namun, dari 8 penjuru, yang sudah ditampakkan masih di 7. Pada batu astidikpalak tersebut terdapat relief atau berbentuk lambang.

Temuan tersebut dinilai menjadi temuan yang spektakuler karena mencirikan bangunan suci.

“Itu (batu astadikpalaka) temuan yang boleh kita katakan temuan yang spektakuler. Karena batu astadikpalaka mencirikan ataupun membuat interpretasi yang kuat menandakan bangunan ini diperuntukkan bangunan suci untuk pemujaan,” kata ketua tim ekskavasi Situs Bhre Kahuripan, Pahadi, Rabu (29/9/2021).

Pahadi belum bisa memastikam arti dari relief dalam setiap batu astadikapalaka. “Sampai sekarang masih belum jelas, karena kita butuh waktu. Di tahun 2021 ini kita akan coba setiap batu astdikapalaka sebagi kebutuhan dokumentasi. Apakah ada perbedaan relief dari setiap batunya,” terangnya.

Sejauh ini, pihaknya berasumsi setiap batu anstadikapala mempunyai relief yang berbeda. Menurut Pahadi, relief menyesuaikan dengan ikon setiap dewa di masing-masing delapan penjuru mata angin.

“Hanya saja belum bisa kita tampakkan. Nanti ada tim khusus yang menujukkan ini (arti relief) untuk memperkuat interpretasi kita terkait lambang dewa di delapan penjuru mata angin dan dewa apa saja yang bisa menggambarkan itu,” jelasnya.

Bangunan Situs Bhre Kahuripan disebut juga Situs Watu Ombo atau Yoni Klinterjo atau Petilasan Patih Udara (Maudoro).

Kerap disebut Kahuripan, karena di lokasi yang terdapat empat Petilasan ini, terdapat yoni tanpa lingga (sumber mata air abadi). Yoni Bhre Kahuripan diduga merupakan tugu batas ibu kota Kerajaan Majapahit sebelah utara-timur.

Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah tahun 1328-1351. Dari prasasti Singasari (1351) diketahui gelar abhisekanya ialah Sri Tribhuwanatunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

Nama asli Tribhuwana Wijayatunggadewi atau disingkat Tribhuwana adalah Dyah Gitarja. Ia merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri.

Memiliki adik kandung bernama Dyah Wiyat dan kakak tiri bernama Jayanagara. Pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) ia diangkat sebagai penguasa bawahan di Jiwana bergelar Bhre Kahuripan.

Bangunan kuno yang disebut situs Bhre Kahuripan ini terbuat dari batu andesit. Sisa bangunan andesit ini ditumpangi sebuah yoni dari batu andesit berukuran 1.90 x 1.84 meter, tinggi 1.24 meter.

Yoni ini penuh hiasan dan terpahatkan angka tahun 1293 saka (1372 M). Menurut Kitab Pararaton, tahun tersebut adalah tahun wafatnya ibunda Hayam Wuruk, Tribhuwana Tunggadewi atau Bhre Kahuripan.

Selain itu, Struktur bata merah kuno hanya ditemukan di bawah yoni. Yaitu berupa struktur penyangga yoni berukuran 345×345 cm dan sumur kotak 250×250 cm dengan kedalaman yang sudah diekskavasi 390 cm. Sumur ini menjadi tempat menyimpan peripih, wadah barang berharga milik raja.

Di situs itu terdapat tempat bersemedi ayahanda Prabu Damarwulan, yakni Patih Maharesi Maudoro. Di ruangan ini, tampak jelas terdapat sebuah batu bulat setinggi 50 sentimeter yang khusus dipakai untuk bersemedi. Di dalam ruangan ini muncul aroma mistis.