JEMBER, FaktualNews.co – Setelah menjalani vaksin Covid-19 sekitar 10 September 2021 lalu. Ananda Rahel Pratama remaja lwarga Dusun Bagorejo, Desa Tembokrejo, Kecamatan Gumukmas, meninggal dunia.
Remaja berumur 15 tahun itu meninggal, setelah selama 9 hari kondisi kesehatannya memburuk.
Rahel siswa kelas X SMAN 1 Kencong itu meninggal setelah sebelumnya sempat mendapat perawatan di RSD Balung.
Saat dikonfirmasi di rumahnya, kakek korban Ahmad Soleh Yusuf mengaku menerima dengan kondisi cucunya yang meninggal pasca divaksin.
Namun Soleh mengaku menyesal dengan sikap dari Puskesmas Cakru, Kecamatan Kencong, yang dinilai bersikap arogan dengan kondisi dukacita yang dialami keluarga Rahel.
“Saat itu pihak Puskesmas datang ke rumah takziah. Nah mestinya saat takziah kan memberikan rasa simpati. Tapi yang terjadi malah terkesan menantang dan marah-marah,” kata Soleh saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Senin (4/10/2021).
Soleh mengatakan, bentuk arogan yang dilakukan pihak Puskesmas adalah saat Soleh menyampaikan kondisi cucunya yang meninggal, setelah melakukan vaksin.
“Saya tidak tahu vaksinnya pakai apa, tapi saat itu setelah vaksin cucu saya merasa tidak enak badan,” katanya.
“Bilangnya iya saya salah terus mau minta apa? Yang bilang petugas Puskesmas itu. Bahkan diulang-ulang. Karena saya marah saya sempat bilang kok gak sopan,” sambung Soleh menirukan ucapan petugas Puskesmas.
Kondisi pasca vaksin atau disebut KIPI (Kondisi Pasca Imunisasi) seperti suhu badan tinggi dan pusing, kata Soleh, dirasakan cucunya.
“Iya panas dan pusing. Apalagi sekitar 9 hari setelah divaksin kondisinya gak membaik, riwayat penyakit tidak ada, cucu saya itu pemain bola. Bahkan lari keliling lapangan 60 kali kuat. Setelah itu hari Minggu (19/9/2021) tiba-tiba kakinya seperti membengkak karena kram kaki. Jalannya juga kayak orang stroke (terseok-seok),” ungkapnya.
Karena khawatir, katanya, Rahel anak semata wayang pasangan Agus Rianto dan Siti Mualimah itu, dibawa ke RSD Balung.
“Karena bingung mau dibawa kemana, di surat itu (lembaran pasca vaksin) juga tidak ada nomor (ponsel) yang bisa dihubungi. Akhirnya sama neneknya dan pakleknya ke RS Balung,” katanya.
Namun takdir berkata lain, kata Soleh, Rahel meninggal. “Dikabari meninggal saat itu tidak lama setelah dibawa ke rumah sakit. Terus dibawa pulang dimakamkan,” katanya.
“Saya kecewa dengan sikap petugas Puskesmas, kan mestinya memberikan perhatian baik saat takziah. Keluarga menerima kondisi Rahel, tidak mau menuntut apa-apa. Tapi mestinya takziah yang baik,” sambungnya.
Karena merasa jadi korban ketidak adilan, lanjut Soleh, pihaknya dibantu Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK) RI Cabang Jember, melakukan mediasi dengan pihak Puskesmas.
“Ini datang Pak Lukman (Ketua LPK RI) dan kita keluarga dibantu dimediasi dengan Puskesmas. Agar nantinya dari Puskesmas itu minta maaf,” ucapnya.
Sementara itu, menurut Ketua LPK RI Jember, Lukman Winarno pihaknya bermaksud untuk melakukan pendampingan terhadap keluarga korban.
Menurut Lukman, sesuai dengan amanah dari keluarga. Hanya permintaan maaf oleh oknum tenaga kesehatan (nakes) yang diharapkan.
“Karena apa yang dilakukan petugas nakes itu, sudah melakukan tindakan (sikap) tidak menyenangkan melalui kalimat verbal yang disampaikan saat melawat ke rumah duka, yang itu tidak sesuai dengan attitude atau kode etik yang melekat dalam UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,” kata Lukman.
Sehingga pihaknya bermaksud untuk menjadi jembatan mediasi antar pihak keluarga korban dan Puskesmas.
“Tapi alhamdulillah hari ini sudah dilakukan, dan tadi dari Puskesmas, Koramil, dan Polsek datang ke rumah duka, tentunya semoga hal serupa tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Sementara itu, saat wartawan berusaha meminta konfirmasi dari Plt. Kepala Dinkes Jember, Lilik Layliah, belum berhasil dihubungi.
Saat disampaikan lewat chat WhatsApp belum dijawab. Nomor ponsel yang dihubungi juga tidak aktif.