BONDOWOSO, FaktualNews.co – Kalangan penyandang disabilitas atau difabel kerap menjadi korban bullying (risak) atau ejekan dari masyarakat yang secara fisik lebih normal.
Hal itu juga sempat dirasakan Siti Rohmatillah sejak kecil. Tapi ia mengabaikan dan menjawab dengan karya seninya, khususnya seni batik.
Rohmatillah atau karib disapa Rahma ini merupakan anak kelima dari enam bersaudara. Terlahir dengan kondisi tidak sempurna di kedua tangan dan kaki kirinya.
“Kakak sulung laki-laki. Sisanya perempuan semua,” ungkap wanita kelahiran 1996 tersebut, Rabu (6/10/2021).
Sejak kecil, ia kerap menjadi korban bullying atau bahan ejekan teman-temannya, terutama saat ia mengenyam bangku Sekolah Dasar (SD).
“Saya hanya sampai kelas 1 SD. Saya minta berhenti sekolah. Karena selain tiap hari diejek, saya juga kasihan melihat orang tua saya,” kenangnya.
Dulu, saban hari bapak, pakde, atau kakaknya mengantar Rahma ke sekolah dengan cara menggendong.
“Jaraknya cukup jauh. Beberapa kilometer dari rumah. Lumayan kalau berjalan kaki. Jadi, saya minta putus sekolah saja,” tuturnya.
Tapi, ia tetap menilai bahwa pendidikan itu penting. Oleh karenanya, Rahma mengikuti program pendidikan Paket. Tahun 2020 lalu, ia melengkapi ijazah Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMA).
“Sempat ditawari kuliah sama Bu Anis (Pj Kepala Dinsos Kabupaten Bondowoso) di Bali. Tapi saya gak PeDe. Masih trauma,” ungkap warga Dusun Kramat, Desa Jetis, Kecamatan Curahdami ini.
Rahma lalu memilih menekuni hobinya di bidang seni. Sejak kecil, ia menaruh perhatian pada seni menggambar.
“Saya akhirnya belajar membatik sejak tahun 2019 lalu di Pucang Anom (Kecamatan Jambesari Darusolah),” terang Rahma.
Akan tetapi, dia hanya bertahan selama setahun. Sebab, dia tidak kunjung diangkat sebagai pekerja.
“Berhenti karena capek. Setiap hari ngojek habis Rp 50 ribu, tapi dihitung sebagai pelatihan saja, bukan bekerja yang menghasilkan (dapat upah),” tuturnya.
Kemudian, ia berpindah berguru sekaligus bekerja di salah satu IKM Batik di Desa Karanganyar, Kecamatan Tegalampel. Di sana, tenaganya lebih dihargai.
“Baru dua bulan ikut kerja di Tegalampel. Hasil batik saya laku. Alhamdulillah, saya sebulan bisa dapat Rp 1 juta, tergantung penjualan. Sejak saat itu, saya bisa menambah uang belanja orang tua,” bebernya.
Samadiyah (63), ibunda Rahma mengungkap bahwa bakat seni Rahma seperti titisan dari neneknya yang dikenal jago membatik menggunakan bahan dan alat tradisional.
“Saudara saya gak ada yang bisa membatik, termasuk saya. Malah, bakat itu nurunnya ke Rahma. Cucunya,” terang Diyah.
Menurutnya, kemampuan Rahma patut disyukuri. Apalagi, kondisi keuangan keluarganya tengah diuji.
“Bapaknya Rahma sakit kena diabetes dan gak bisa bekerja selama 4 tahun terakhir. Kadar gula sempat 800. Sebelumnya jadi tukang becak. Jadi, saya ngumpulin rezeki kecil-kecil dari jualan rujak, pulsa, kue, sampai jadi tukang pijat,” bebernya.
Suryadi, bapak dari Rahma mengaku kesehatannya membaik saat mendengar anaknya tersebut terpilih mewakili Dinsos Provinsi Jawa Timur dalam event Jatim Fair 2021.
“Sebelumnya saya lemas. Pas dengar Rahma mau berangkat ke Surabaya, saya lebih sehat. Mungkin karena saking senangnya,” ungkap pria yang karib disapa pak Suryo ini.
PJ Kepala Dinsos Kabupaten Bondowoso Anisatul Hamidah membenarkan bahwa Rahma terpilih sebagai salah satu delegasi Dinsos Provinsi Jawa Timur di ajang Jatim Fair 2021.
“Itu event yang digelar Pemrov Jawa Timur. Setiap OPD di Pemprov Jatim mengeluarkan program untuk nanti ditampilkan,” katanya.
Ternyata, berdasar hasil assessment, Dinsos Provinsi memilih Rahma dan Yoyok dari Bondowoso untuk mewakili Dinsos Provinsi Jawa Timur dalam event tersebut.
“Programnya adalah eks ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) yakni mas Yoyok dan Disabilitas yaitu mbak Rahma yang bakal menampilkan batik karya mereka berdua,” sebut Anis dikonfirmasi terpisah.
Rahma dan Yoyok akan berangkat ke Surabaya pada Kamis (7/10/2021) pagi untuk mengikuti pameran tersebut selama sepekan ke depan.
“Harapan ke depan bagaimana masyarakat bisa memandang lebih luas dan tidak mengucilkan para eks ODGJ maupun disabilitas. Semua memiliki hak hidup dan hak berkarya yang sama di lingkungan masyarakat,” tegasnya.(awi)