Liputan Khusus

Aneh, ASN di Jombang Diminta Beli Telur Peternak, Harganya Lebih Mahal Dari Pengecer

JOMBANG, FaktualNews.co – Edaran Pemkab Jombang yang mengimbau para Aparatur Sipil Negara (ASN) agar membeli telur ke peternak beberapa waktu lalu masih menjadi perbincangan hangat masyarakat.

Terlebih, harga yang dipatok dalam surat tersebut ternyata lebih mahal dari harga telur di tingkat pengecer.

Dalam edaran bernomor 510/7989/415.32/2021 yang diteken Plh Sekdakab Jombang, Senen, tersebut, harga telur yang dipatok sebesar Rp 18 ribu per kilogram. Padahal, telur-telur itu diambil secara langsung dari produsen atau peternak. Sementara, berdasarkan penelusuran di lapangan, harga di tingkat pengecer berkisar Rp 17,5 ribu.

Salah satu pemilik toko pracangan, Rohimah, asal Kesamben, menjelaskan, anjloknya harga telur ini sudah berlangsung sekitar satu bulan. Rohimah mengaku dari nominal yang dia patok itu dirinya pun sudah mendapatkan untung sebesar Rp 1000 rupiah.

“Saya jual eceran Rp 17,5 ribu per kilogram. Saya ambil dari pasar itu seharga Rp 16,5 ribu. Kalau dari peternak langsung sekitar Rp 14-15 ribu. Harga ini anjlok sudah hampir satu bulan,” ujarnya.

Mahalnya harga telur yang ditetapkan dalam edaran itupun dinilai semakin memberatkan para pegawai.

Sebelumnya, Ketua Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ), Joko Fattah Rochim mengaku telah menerima keluhan dari beberapa ASN.

“Memang ada beberapa keluhan dari istri para ASN, mereka mengeluh bahwa mereka punya keluarga, anak yang masih sekolah,” ungkapnya.

Selain itu, dia menganggap solusi pemerintah di Jombang ini tak cukup efektif menolong peternak. Dimana seharusnya, yang lebih dipantau terkait kebutuhan pakan ternak maupun pabrik pakan.

“Masak pengusaha telur manja, ini hanya satu kali saja karena pakan. Yang harus ditanggulangi adalah pakan kenapa mahal, masyarakat senang kalau harga telur turun harusnya harga pakan dikontrol biar tidak berimbas kemana-mana,” ungkapnya.

Seperti diketahui, harga yang dipatok dalam edaran pembelian telur ini terlihat lebih mahal dari harga dipasaran, yakni Rp 18 ribu per kilogram dengan ongkos kirim Rp 6 ribu per peti.

Dalam edaran itu, masing-masing OPD diminta membeli telur paling sedikit 3 peti (30 kilogram).

Kebijakan itu sendiri sebenarnya dimaksudkan untuk menolong para peternak ayam petelur yang beberapa waktu lalu mengalami kerugian akibat anjloknya harga telur ayam.

Saat itu, hasil produksi telur melimpah dan tidak bisa terserap secara optimal sehingga membuat harga telur jauh dibawah HET (Harga Eceran Tertinggi) Rp 22 ribu.