MOJOKERTO, FaktualNews.co – Pria warga Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto yang menjadi terlapor dugaan persetubuhan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur, menurut Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Mojokerto ternyata bukan pengasuh pondok pesantren.
Kepala Seksi Pondok Pesantren Kemenang Mojokerto, Nur Rohmad, menyatakan bahwa tempat belajar yang dikelola terlapor belum terdaftar atau memiliki izin operasional sebagai pondok pesantren di Kemenag.
Nur Rohmad menegaskan tempat itu bukan pesantren, melainkan rumah tahfiz (rumah penghafal Al-Qur’an).
“Jadi itu bukan pondok pesantren, akan tetapi rumah tahfiz. Semacam tempat penampungan gitu, salah itu kalau dikatakan pondok pesantren,” katanya saat dikonfirmasi FaktualNews.co melalui sambungan telpon, Rabu (20/10/2021).
Menurutnya, untuk mendapat izin operasional pondok pesantren dari Kemenag memerlukan sejumlah syarat. Di antaranya adalah ada pengasuh yang mukim, memiliki santri mukim minimal 17 orang, terdapat asrama atau tempat tinggal santri, ruang belajar santri, musala atau masjid.
“Dulu pernah mengajukan izin, akan tetapi tidak memehui syarat. Kita pernah meninjau, nah di situ hanya rumah biasa yang memang ditempati rumah tahfiz. Jadi belum memenuhi syarat,” katanya Nur Rohmad.
Menurutnya, label pondok pesantren yang terbawa-bawa dalam kasus dugaan asusila tersebut menyakiti para kiai, mencoreng nama dan marwah pondok pesantren.
Berita sebelumnya:
• Oknum Pengasuh Ponpes di Mojokerto Diduga Setebuhi Santriwati di Bawah Umur
“Para kiai sakit hati loh kalau itu dikatakan pondok (pesantren). Karena dapat mencoreng nama baik lembaga pesantren, tolong itu dirubah, sekali lagi itu bukan pondok ya,” tegasnya.
Karena itu, Nur Rohmad mengatakan, pihaknya berharap pesantren-pesantren di Mojokerto yang belum berizin segera mengurusnya. Dengan demikian Kemenag Kabupaten Mojokerto bisa melakukan pembinaan dan pemantauan.
“Saya tidak bisa menyikapi kasus itu, karena bukan kewenangan kami juga kan. Kita berharap pondok yang belum berizin segera mengurus izin, kita tidak memaksa. Kalau sudah berizin kita bisa melakukan pembinaan. Sehingga kalau ada kasus seperti ini kita bisa turun,” terang Nur Rohmad.
Sementara, pantaun di lokasi, suasana di Darrul Muttaqin terlihat sepi dan polisi telah menyegel pintu masuk lembaga tersebut dengan memberi garis polisi.
Sejumlah santri yang semula bermukim telah dipulangkan ke kediamanya masing-masing.
Diberitakan sebelumnya, seorang pengasuh pondok pesantren Darul Muttaqin berinisial AM (52) dilaporkan ke Polres Mojokerto melalui kuasa hukum korban yang merupakan santrinya sendiri pada Jumat (15/10/2021) lalu.
Korban adalah warga Kecamatan Buduran, Sidoarjo yang masih berusia 14 tahun.
Kasus ini ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto. Hingga saat ini, pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi dan terlapor.