MOJOKERTO, FaktualNews.co – Polres Mojokerto telah menetapkan seorang santri Pondok Pesantren (PP) Amanatul Ummah, Desa Kembangbelor, Kecamatan Pacet, Kabupetan Mojokerto sebagai tersangka atas kasus dugaan penganiayaan terhadap juniornya, GTR (14), santri asal Lamongan, hingga meninggal dunia.
Penetapan tersangka itu terungkap dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan Polres Mojokerto mengirimkan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto pada 21 Oktober 2021.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko Wibowo membenarkan hal tersebut. Namun, ia enggan mengungkap identitas tersangka dengan dalih masih di bawah umur.
“Iya kami telah menerima SPDP tersangka atas dugaan kekerasan terhadap anak,” katanya, dikonfirmasi di kantornya, Selasa (2/10/2021).
Ivan menyebut, dalam kasus ini tidak menutup kemungkinan pelaku lebih dari satu orang, meski di SPDP masih satu orang.
“Kalau tersangka di SPDP masih satu orang. Tapi tidak menutup kemungkinan akan perkembang,” ungkapnya.
Tersangka dijerat Pasal 80 UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Informasi yang dihimpun FaktualNews.co, kasus ini terungkap saat orang tua GTR menemukan kejaganggalan dalam kematian anaknya.
GTR sendiri meninggal dunia di pondok pesantren tersebut pada Kamis 14 Oktober 2021 lalu setelah sempat dibawa ke rumah sakit.
Pihak pesantren menghubungi keluarga korban. Lalu jenazah korban pun dipulangkan dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Tumenggungan, Kecamatan/Kabupaten Lamongan.
Kemudian, ayah korban, Miftahul Ulum merasa ada kejanggalan atas kematiaan anaknya, sehingga melaporkan ke Polres Mojokerto kematian anaknya diusut tuntas.
Laporan itu mendapatkan respons dari kepolisian dan dilakukan pembongkaran makam GTR guna keperluan visum yang melibatkan sejumlah dokter, sepekan setelah jenazah dikebumikan, tepatnya pada 21 Oktober 2021.
Menurut Miftahul Ulum mengatakan, jika benar putranya meninggal karena dianiaya, hal itu merupakan kelalaian pihak Pondok Pesantren Amanatul Ummah dalam melakukan pengawasan.
“Pertama saya minta keadilan terkait kematian anak saya. Kedua saya menuntut konsekuensi kelalaian pondok terhadap kejadian dan kematian,” katanya saat dihubungi secara terpisah.
Ia berharap di kemudian hari kejadian penganiayaan terhadap santri tidak terjadi lagi. Menurutnya, pengawasan dan tata kelola pondok pesantren harus menjadi perhatian serius pemerintah melalui Kementrian Agama (Kemenag) setempat untuk pengawasan tata kelola pondok pesantren.
“Saya berharap dikemudian hari kejadian seperti ini tidak terjadi lagi. Harus ada pengawasan dari pemerintah melalui Kemenag untuk pengawasan tata kelola pondok pesantren,” ujar Miftahul Ulum.
Ketua Yayasan Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Muhammad Al Barra belum merespon saat dikonfirmasi.