FaktualNews.co

Pelaksanaan Parkir Berlangganan Kota Mojokerto Dikritik PMII

Peristiwa     Dibaca : 1170 kali Penulis:
Pelaksanaan Parkir Berlangganan Kota Mojokerto Dikritik PMII
FaktualNews.co/Lutfi.
Plakat daftar tarif parkir di jalan Majapahit Kota Mojokerto. 

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Mojokerto, mengkritik pelaksanaan parkir berlangganan di Kota Mojokerto. 

Mandataris Ketua Umum PC PMII Mojokerto, Ahmad Rofi’i menilai, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishub Infokom) Kota Mojokerto kurang ketat dalam  melakukan pengawasan.

“Berdasarkan informasi yang kami terima dari masyarakat, bahwa banyak dikeluhkan terkait dengan penarikan biaya parkir meski sudah membayar parkir berlangganan,” katanya, Senin (8/11/2021). 

Pemilik kendaraan roda dua, misalnya, sudah membayar Rp 15 ribu per tahun kepada Dishub Infokom untuk parkir berlangganan. Pada sepeda motor juga sudah ditempeli tanda sebagai pengguna parkir berlangganan. Namun tetap dipungut biaya parkir setiap kali memarkir kendaraan di sejumlah lokasi parkir atau di pinggir jalan. Kendaraan roda dua Rp 500 sekali parkir dan roda empat Rp 1000 hingga Rp 2.000.

Selain penerapan parkir berlangganan juga masih berlaku Peraturan Daerah (Perda) nomor 8 tahun 2011 tentang retribusi parkir. Perda tersebut ternyata diberlakukan bagi kendaraan yang berasal dari luar Kota Mojokerto yang didasarkan pada plat nomor polisi. Tapi dalam prakteknya juga terjadi penyimpangan.

Dalam Perda tersebut ditetapkan tarif parkir untuk kendaraan roda dua Rp 200 setiap kali parkir, dan roda empat Rp 500. Tapi kenyataannya, petugas parkir meminta Rp 500 untuk roda dua, dan Rp 1.000 untuk roda empat.

Selain itu, Rofi’i menjelaskan, berdasarkan fakta di lapangan banyak juru parkir binaan Dishub yang tidak memberikan karcis kepada pengendara yang membayar. 

“Faktanya di lapangan, masih banyak ditemui jukir-jukir yang tidak memberikan karcis. Nah, dari situ ada indikasi dugaan permainan, bisa saja uang  pembayaran parkir yang disetorkan ke Dishub oleh jukir tidak sesui dengan yang diperoleh di lapagan,” ungkapnya. 

Sehingga, Rofi’i mendesak Dishub Infokom Kota Mojokerto dan Pemerintah Kota Mojokerto serta penegak hukum segera melakukan evaluasi dan perbaikan. 

“Dishub Infokom harus berbenah diri. Perilaku juru parkir nakal harus diawasi. Polisi harus mengawal dan bertindak tegas,” ujarnya.

Ia menyebut, dengan gaji Rp 300 ribu per bulan tidak cukup untuk mensejahterakan kehidupan tukang parkir. Maka ia menduga karena itulah para tukang parkir melakukan tindakan yang tidak sesuai aturan. 

“Gaji para jukir itu harus dinaikkan, minimal disesuaikan dengan Upah Minum Kota (UMK) sebagai alternatif,” paparnya. 

Kepala Dishub Infokom Kota Mojokerto, Dishub Kota Mojokerto, Endri Agus Subianto menyampaiakan, masyarakat perlu mengetahui bahwa aturan pembayaran parkir itu ada dua. Parkir berlangganan dan konvensional. 

“Jadi kalau plat S (Mojokerto) itu kita tidak wajib menarik. Tapi kalau luar di luar S, itu yang dipungut, misal L dan B itu bisa ditarik karena tidak ikut parkir berlangganan di Mojokerto,” terangnya. 

Ia juga menjelaskan, seharusnya karcis memang dibagikan kepada pengendara yang membayar parkiri. Akan tetapi ia mengakui tidak bisa mengontrol fakta yang di lapangan. 

“Masak saya harus ngontrol satu persatu ke sana. Mestinya jukir memberikan karcis kepada kepada pihak pengguna lahan parkir, harus di kasih karcis,” jelas Endri. 

Atas laporan ini, pihaknya akan memanggil dan mengumpulkan semua juru parkir dibawa binaan Dishub Kota Mojokerto. 

“Akan kita paggil semua, kita kumpulkan, akan kita lakukan pembinaan,” tukasnya. 

Menanggapi hal itu, Kapolresta Mojokerto, AKBP Rofiq Rifto Himawan berencana melakukan pendalaman.  

“Itu yang harus kita dalami. Karena kalau disitu (tempat parkir) ada area bebas parkir yang kemudian ada pungutan parkir, disitu berarti ada sesuatu yang harus kita dalami,” paparnya. 

Terkait dengan karcis yang tidak diberikan oleh jukir, ia mengatakan bahwa hal ini bukan hanya tugas kepolisian. Namun juga mejadi tugas steakholder terkait da pemerintah daerah untuk mencarikan solusi agar tidak menjadi beban masyarakat. 

“Tidak bisa hanya polisi, seluruh steakholder terkait termasuk juga pemerintah daerah harus duduk bersama, supaya yang menjadi potensi-potensi beban tambahan yang seharus tidak perlu dikeluarkan oleh masyarakat bisa dicarikan solusi,” Rofi memungkasi. 

 

 

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin