SURABAYA, FaktualNews.co – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim masih konsiten menolak Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (UU Ciptaker). Alasannya jelas: undang-undang produk pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) itu tidak berpihak pada kaum pekerja.
Menurut Ketua SPSI Jatim, Ahmad Fauzi, ada beberapa poin dalam UU Ciptaker yang dianggap kontroversi bagi kalangan pekerja. Salah satunya penyesuaian upah minimum yang ditetapkan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan bawah.
“UMK di Surabaya kita contohkan, akan tereduksi lebih kurang sekitar Rp 3.700.000, Rp 4.400.000 yang sekarang ini terjadi akan tereduksi sampai Rp 500.000,” tutur Fauzi, Rabu (10/11/2021).
“Itu bayangkan, batas atasnya saja bisa berkurang, apalagi ambang bawahnya. Belum lagi dibagi 50 persen. Saya ibaratkan berat, 60 persen ada di dunia usaha, 40 persen ada di dunia pekerja,” sesalnya.
Untuk itu, aku Fauzi, pihaknya akan terus berjuang agar pemerintah tidak menggunakan UU Ciptaker sebagai pijakan dalam penentuan upah buruh di 2022.
Selebihnya, Fauzi berharap pada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa agar tidak mematuhi UU Ciptaker ini. Sebab, selain dianggap tidak adil bagi pekerja, aturan tersebut juga masih berpolemik dan sedang dilakukan upaya judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Maka kami menganggap PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 78 yang diamanatkan oleh UU Nomor 13 tahun 2003 harus menjadi titik simpul pemerintah, dijadikan dasar dalam rangka menetapkan UMK, UMR, dan UMSK,” tegasnya.
Lebih jauh, Fauzi menandaskan, UU Ciptaker juga berimbas buruk bagi dunia usaha karena melarang perusahaan memberikan gaji di atas ketentuan meski mampu.
Begitu juga dengan perusahaan yang menghadapi persoalan keuangan, masih kata Fauzi, juga dilarang menangguhkan upah pekerja.
“Maka, untuk itu saya menyampaikan, selaku kapasitas saya sebagai dewan pengupahan provinsi dan sebagai ketua SPSI Jawa Timur, dan ketua Asosiasi Gerakan Pekerja di Jawa Timur untuk memedomani undang-undang lama, khusus PP 78 di mana titik simpulnya adalah produktivitas dan inflasi, maka kurang lebih kenaikannya sekitar 11 persen,” pungkasnya.