Proyek PT TTR Rusak Lingkungan, Warga Keputih Mengadu ke DPRD Surabaya
SURABAYA, FaktualNews.co – Pembangunan perumahan dan ruko oleh PT Taman Timur Regency (TTR) di Jalan Keputih, Surabaya diprotes warga karena material pembangunannya berdampak pada lingkungan, serta merusak jalan di wilayah Sukolilo.
Melalui hearing (rapat dengar pendapat) sebagai tindak lanjut dari keluhan warga, Komisi C DPRD Surabaya akan merekomedasi Pemkot untuk menghentikan sementara proyek seluas 3,4 hektare tersebut.
Menurut Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Abdul Ghoni Niam, sebenarnya pihak pengembang dan warga pernah melakukan pertemuan pada 19 Maret 2021 lalu, tapi pengembang tidak menjalankan hasil keputusan rapat.
Dalam rapat menghasilkan dua poin. Pertama menghentikan kegiatan fisik sampai adanya kesepakatan dengan warga dan yang kedua adalah melibatkan pemangku wilayah RT, RW, dan LPMK dalam pengurusan izin maupun proses pembangunan di lapangan.
“Sebenarnya sudah ada rapat oleh warga di tingkat kelurahan, tapi resume rapat tak diindahkan oleh pengembang (PT Taman Timur Regency),” ungkap Abdul Ghoni Niam usai hearing, Senin (22/11/2021).
Parahnya, kata Ghoni, pihak pengembang yang diundang hearing di Komisi C, justru tak hadir. “Ini kan pelecehan!” geram Ghoni.
Sementara terkait perizinan, Ghoni mengaku, sesuai yang disampaikan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, semua perizinan proyek pembangunan perumahan dan ruko tersebut sudah clear.
“Meski demikian, seharusnya kan ada evaluasi lebih lanjut, terkait dampak lingkungan secara psikis kepada warga perlu di follow up-i. Keluhan warga ini sungguh memilukan hati. Bayangkan, pada saat pandemi Covid-19, warga mengeluh kepada kami terkait bunyi sirene ambulans,” paparnya.
“Kini ditambah adanya truk-truk pengangkut material yang masuk perumahan. Selain berdampak pada kemacetan, juga banyak fasilitas umum yang rusak,” sambung legislator asal PDIP tersebut.
Sementara Ketua LPMK Kelurahan Keputih, Indi Nurani menuturkan, warga mengadukan persoalan ini ke Komisi C karena selama ini upaya komunikasi dengan pengembang sangat sulit.
“Kami sudah melakukan upaya-upaya, tapi sampai hari ini tidak ada kejelasan. Sudah ada keputusan rapat di kelurahan, tapi tak dijalankan oleh pengembang,” terang Indi.
Indi mencontohkan, misalnya proyek harus dihentikan sementara tapi sampai hari ini tetap berjalan. “Artinya semua upaya-upaya itu sudah buntu. Untungnya, kami dapat support luar biasa dari Komisi C karena kami sempat frustasi, apalagi ada warga kami dilaporkan ke Polsek,” ungkapnya.
Sebagai perwakilan warga, lanjut Indi, dirinya melaporkan kasus ini ke Komisi C karena situasi di lapangan tidak baik. “Kalau OPD-OPD terkait menyampaikan sudah ada izin A, izin B dan sebagainya, itu menggambarkan seolah-olah di lapangan tidak ada apa-apa,” kata Indi.
Faktanya, masih menurut Indi, di lapangan cukup serius. “Warga sudah muak dengan cara-cara seperti itu. Makanya, warga menuntut proyek tersebut disetop, tidak ada pembangunan perumahan oleh PT Taman Timur Regency,” lanjut Indi.
Dia menambahkan, yang membuat warga Keputih marah, diduga pihak pengembang sengaja mempercepat pembangunan perumahan karena Januari 2022 sudah harus selesai. Sehingga proyek tersebut dikerjakan 24 jam.
Apa yang jadi keluhan warga selama ini, masih kata Indi, cukup banyak. Di antaranya masalah kemacetan. Ini sangat dirasakan terutama di wilayah Simpang Lima.
“Jalannya kecil, tapi dilalui kendaraan cukup banyak, sehingga menimbulkan kemacetan luar biasa. Ini karena akses keluar-masuknya hanya di situ. Apalagi dekat kampus ITS,” tandasnya.
Di sisi lain, warga juga mengeluhkan spanduk-spanduk berisi “Warga Tolak Pembangunan PT Taman Timur Regency” dicopoti Satpol PP Kecamatan Sukolilo.
Setelah dicecar sejumlah pertanyaan oleh Ketua Komisi C, Baktiono terkait pencopotan spanduk milik warga saat hearing, Camat Sukolilo, Amalia Kurniawati mengakui jika dirinyalah yang memerintahkan untuk mencopot spanduk yang dinilai bersifat provokatif, terutama yang dipasang di depan Kelurahan Keputih.
“Ya kami hanya melaksanakan tugas karena spanduk tersebut bersifat provokatif. Selain itu, di kelurahan ada gebyar vaksinasi, sehingga spanduk tersebut sangat mengganggu,” jawab Amalia.