MOJOKERTO, FaktualNews.co – Sejumlah petani di Kabupaten Mojokerto mengeluhkan kelangkaan stok pupuk bersubsidi menjelang masa tanam di musim penghujan akhir tahun ini.
Selama beberapa bulan terakhir, para petani kesulitan mendapat pasokan pupuk bersubsidi dan akibatnya harus membeli yang non bersubsidi atau pupuk lain sebagai pengganti.
Salah seorang petani di Kecamatan Kemalagi, Kabupaten Mojokerto yang enggan disebut namanya mengatakan, dia telah mencari pupuk di kios untuk membeli pupuk urea. Namun tidak ia dapatkan.
“Sudah datang ke kios untuk minta pupuk urea cuman tidak dapat, katanya stok sudah habis,” katanya, Selasa (30/11/2021).
Dia mengaku kemudian menggunakan pupuk organik yang dalam proses pembuatannya membutuhkan waktu yang relatif lama.
“Kalo pupuk organik butuh waktu lama kalo persiapan, kalo tidak siap ya tidak digarap (sawah),” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan petani di Desa Banjarsari, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. Selain mengeluhkan kasulitannya mencari pupuk subsidi, ia juga mengeluhkan obat-obatan untuk tanaman mengalami kenaikan.
“Iya benar, pupuk Urea dan ZA mengalami kelangkaan, obat-obat petani juga mahal,” tandas pria yang enggan disebutkan namanya.
Untuk memenuhi kebutuhan pertanian dirinya terpaksa harus membeli pupuk non subsidi dengan harga jauh lebih mahal.
“Seperti harga pupuk ZA subsidi yang berkisar Rp 85.000 sedangkan yang non subsidi harganya Rp 240.000. Rata-rata yang mengalami kelangkaan ZA,Ponska, sama urea,” bebernya.
Soal keluhan petani tersebut Kasi Pupuk dan Pestisida, Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Mojokerto, Syaifudin menjelaskan, kelangkaan pupuk subsidi di Mojokerto karena pemerintah pusat hanya memenuhi 77 persen dari yang diajukan Dispertan melalui e-RDKK (elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
Pihanya mengajukan melalui e-RDKK sekitar 66.207 ton. Akan tetapi dari yang diajukan tidak semunya dipenuhi oleh pemerintah pusat.
“Yang kami ajukan melalui e-RDKK sekitar 66.207 ton cuman tidak dipenuhi. Itupun ada yang dipangkas dosisnya, seperti pupuk urea yang awalnya perhektar dapat 300 kg sekarang hanya 150 kilogaram,” jelasnya.
Saat ini, Dispertan masih berupaya untuk mendapatkan stok pupuk bersubsidi tambahan dari Pemerintah Provinsi. Selain itu, Syaifudin menambahkan, pihaknya berencana menambahk alokasi pupuk non subsidi disetiap kios pertanian sebagai alternatif pupuk subsidi yang masih langka, meski harganya terbilang mahal.
“Sudah kita ajukan ke (Pemerintah) Provinsi untuk penambahan stok pupuk bersubsidi, kita juga menambah stok pupuk non subsidi di setiap kios. Hanya saja pupuk non subsidi harganya lebih mahal, sejak bulan Juli lalu juga harganya naik,” imbuhnya.