SURABAYA, FaktualNews.co – Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM), Eko Budi Lelono menyebut curah hujan tinggi di sekitar puncak Gunung Semeru yang menyebabkan runtuhnya bibir lava sehingga memicu terjadinya erupsi, Sabtu (4/12/2021).
“Kelihatannya memang ada kaitan dengan curah hujan tinggi, sehingga menyebabkan runtuhnya bibir lava itu sehingga memicu adanya erupsi atau ada guguran awan panas,” kata Eko dikutip dari Antara.
Eko menerangkan letusan Gunung Semeru pada sore hari ini kemungkinan besar dari faktor eksternal, yaitu curah hujan tinggi. Hal itu dikarenakan catatan kegempaan relatif rendah dan aktivitasi suplai magma dan material sepanjang bulan November dan sejak tanggal 1 hingga 3 Desember 2021 tidak mengalami perubahan yang signifikan.
“Dari sisi kegempaan ini relatif rendah, tidak ada asosiasi dengan peningkatan adanya supply magma atau batuan permukaan. Aktivitas Gunung Semeru ini sebetulnya tidak ada aktivitas yang berlebihan dari kegempaan yang memperlihatkan adanya supply magma itu relatif biasa saja seperti sebelum-sebelumnya,” kata Eko.
Dia mengatakan, timnya di pos pengamatan memonitor aktivitas Gunung Semeru selama 24 jam untuk mengamati bila sewaktu-waktu terjadi peningkatan. “Nanti akan kami informasikan, koordinasikan pada bapak ibu dari BPBD, BNPB, dan pemerintah daerah supaya bisa mengantisipasi tindakan selanjutnya,” katanya.
Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru di Dusun Poncokusumo melaporkan kronologi kejadian guguran awan panas Gunung Semeru tercatat mulai pukul 14.47 WIB dengan amplitudo maksimal 20 mm.
“Pada pukul 15.10 WIB Pos Gunung Sawur melaporkan visual abu vulkanik dari guguran awan panas sangat jelas teramati mengarah ke Desa Besuk Kobokan beraroma belerang,” kata Kepala BNPB Suharyanto.
Berdasarkan catatan yang dihimpun Pusat Vulkanologi, kata Suharyanto, guguran lava pijar teramati 500 sampai 800 meter dengan pusat guguran kurang lebih 500 meter di bawah kawah.