SURABAYA, FaktualNews.co – Sempat eksis dan berjaya di masa kepemimpinan Soekarwo alias Pakde Karwo, pelaku karawitan di Surabaya kini merasa tak diperhatikan pemerintahan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Pengakuan itu disampaikan oleh Budi Harijono (51) pengrajin sekaligus pelaku Karawitan Jempol Laras Gamelan Kota Surabaya kepada media ini ketika ditemui di bengkel gamelan miliknya Jalan Keputih Tegal Timur 20, Kecamatan Sukolilo, Sabtu (18/12/2021).
Budi begitu ia disapa mengatakan, beberapa tahun belakangan kehidupan anggota Jempol Laras Gamelan memprihatinkan. Sebab, sebagian dari mereka menggantungkan hidup dari hasil pertunjukan kesenian ini, yang biasa dipentaskan pada saat acara-acara pemerintahan.
Namun karena tak ada lagi pesanan, penghasilan dari seni gamelan itu pun dikatakan Budi hilang. Berbeda ketika jaman Pakde Karwo, mantan dosen Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya ini mengaku, kelompok karawitan binaannya tak pernah sepi pertunjukan.
“Saya salut sama Pakde Karwo. Pakde Karwo itu setiap acara di (kantor) gubernuran selalu pakai gamelan. Setiap ada tamu, setiap ada acara kecil, acara besar pasti pakai gamelan,” ujar Budi.
Bukan hanya pada saat acara pemerintahan provinsi. Pria kelahiran Solo ini mengaku, jasa seni gamelan kelompoknya juga kerap diminta Pakde Karwo tampil pada setiap acara keluarga.
“Mantu tiga kali di rumahnya (Pakde Karwo). Dapat besan dari Australia, orang Jerman dan sebagainya, selalu pakai gamelan,” sambungnya.
Sedangkan ketika ditanya pada saat Jawa Timur dipimpin Khofifah Indar Parawansa, Budi yang telah 20 tahun lamanya berkecimpung membesarkan karawitan tersebut menjawab dengan singkat.
“Blass. Tidak pernah perhatian sama gamelan!” katanya.
Yang berarti jasa mereka tidak pernah dipakai sama sekali. Apalagi ketika Covid-19 menyergap negeri ini, Budi menyebut kehidupan para seniman gamelan semakin tak menentu.
Untungnya, di tengah himpitan hidup yang serba susah ini, Budi menyebut ada saja masyarakat yang memintanya membuat atau memperbaiki beberapa jenis gamelan seperti Bonang dan Kenong. Serta pula tampil di pesta pernikahan masyarakat umum yang digelar sederhana.
“Orang mantenan (menikah) di ITS, Graha Samudera. Kemudian di gereja,” ujarnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini ia meminta kepada pemerintah supaya lebih memperhatikan dengan melibatkan mereka pada event-event tertentu.
“Setidaknya seniman itu, orang-orang seperti saya, seniman kecil itu dapat tempatlah. Jangan dipandang sebelah mata,” tutupnya.