SURABAYA, FaktualNews.co – Lembaga Kajian Konservasi Lahan Basah (Ecological Observation and Wetlands Conservation) alias Ecoton, melayangkan somasi kepada Gubernur Jateng,Ganjar Pranowo dan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa .
Surat somasi yang dikirim pada 5 Oktober 2021 lalu itu adalah terkait pencemaran air di Bengawan Solo.
Somasi dibuat agar kedua kepala daerah tersebut, berdasar kewenangan melakukan 11 langkah mengatasi pencemaran air di Bengawan Solo yang kondisinya memprihatinkan.
Pihak Ecoton pun memberikan tenggat waktu selama 60 hari kerja kepada keduanya untuk melaksanakan isi tuntutan.
Namun menurut kuasa hukum Ecoton, Azis, terdapat perbedaan sikap antara Ganjar Pranowo dengan Khofifah Indar Parawansa terkait somasi pencemaran Bengawan Solo.
Azis mengatakan, melalui Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Sekdaprov Jateng), Ganjar Pranowo telah merespon dan menanggapi semua poin yang menjadi permintaan Ecoton dengan jawaban rinci dan runut.
“Somasi itu ternyata yang balas tanggal 22 Desember itu Pemprov Jawa Tengah melalui Sekda, melalui Pak Soemarno ini balas, nanggapi kesemua tuntutannya kita. 11 tuntutan Ecoton ini dicounter dengan baiklah, maksudnya dengan kalimat-kalimat yang bagus,” ujar Azis kepada media ini, Rabu (12/1/2022).
Kendati terbalas, pihak Ecoton dikatakan Azis bakal menelaah dan mengkroscek kebenaran di lapangan berdasar semua jawaban Pemprov Jateng yang menyebut telah memiliki beragam program untuk mengatasi pencemaran air di Bengawan Solo.
Berupa sosialisasi pentingnya kesadaran tidak membuang limbah ke sungai kepada masyarakat maupun pelaku industri. Kemudian pembentukan satuan tugas, pemasangan kamera CCTV hingga koordinasi dengan pihak terkait menanggulangi pencemaran air di Bengawan Solo.
Berbeda dengan Pemprov Jateng, Azis bilang, pihak Khofifah Indar Parawansa justru sebaliknya. Pemprov Jatim sampai saat ini belum juga menanggapi somasi Ecoton.
“Tapi kalau Jawa Timur sampai saat ini belum terbalas, bahkan aku sempat dikontak teman-teman DLH (Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Jatim) dia cuma bilang, mas saya mau balasi somasi pean, ngunu tok (gitu saja). Mulai sebelum tahun baru sampai sekarang belum dibalas,” keluhnya.
Azis menambahkan, ketika pihaknya menanyakan alasan tak kunjung ditanggapinya somasi. DLH Jawa Timur beralasan karena sedang terjadi pergantian pejabat struktural sehingga tak sempat merespon isi surat.
Merasa tak puas dengan jawaban itu, Azis lalu mengancam bakal menerbitkan somasi kedua berisi kekecewaan kepada pemerintahan Khofifah Indar Parawansa atas pembiaran pencemaran air di Bengawan Solo.
“Rencananya saya mau kirim surat lagi, semacam somasi kedua karena tidak dihiraukan. Karena bahasa hukum kalau 60 hari nggak ada tanggapan, dia sudah menghiraukan kita,” tandas Azis.
Seperti diketahui, Ecoton melayangkan somasi kepada Gubernur Jawa Tengah dan Jawa Timur pada 5 Oktober 2021 karena berdasar catatan Ecoton dari tahun 2018 hingga 2021, sudah terjadi sedikitnya 22 kali pencemaran air di Bengawan Solo.
Namun selama itu pula, baik Pemerintah Jawa Tengah maupun Pemerintah Jawa Timur dianggap tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi pencemaran.
Akibatnya, ekosistem sungai menjadi rusak. Ikan mati secara massal hingga menurunnya mutu bahan baku air di PDAM Bojonegoro. Bukan itu saja, air di aliran Bengawan Solo juga melebihi baku mutu air kelas 3 yang hanya boleh dipakai mengairi tanaman, bukan sebagai media budidaya ikan apalagi untuk air minum.
Ecoton menyebut, dalang dari pencemaran air di Bengawan Solo adalah limbah industri yang berdiri di sepanjang aliran sungai. Mereka kerap dijumpai membuang limbahnya langsung ke Bengawan Solo tanpa ada pemurnian terlebih dahulu. Tindakan itu terjadi sebagai buntut lemahnya pengawasan pemerintah.
Oleh karena itu, Ecoton meminta Pemerintah Jawa Tengah dan Jawa Timur melakukan 11 langkah. Di antaranya memprioritaskan pemulihan kualitas air Bengawan Solo pada ABPD 2022, memasang CCTV, memeriksa kinerja DLH provinsi maupun kabupaten/kota.
Memberi peringatan dan sanksi tegas kepada pelaku industri pembuang limbah ke sungai, memasang alat pemantau kualitas air, menyusun SOP penanganan ikan mati massal. Memulihkan ekologis pasca ikan mati massal, mengedukasi masyarakat, mengembalikan tanggung jawab pengelolahan limbah ke industri dan pembentukan satuan tugas khusus.