FaktualNews.co

Miris, Wanita Tua Buruh Tani di Jember Tinggal di Rumah Keropos Nyaris Ambruk

Sosial Budaya     Dibaca : 1486 kali Penulis:
Miris, Wanita Tua Buruh Tani di Jember Tinggal di Rumah Keropos Nyaris Ambruk
FaktualNews.co/hatta
Mbah Tijo di teras rumahnya di Jember sepulang dari sawah.

JEMBER, FaktualNews.co – Seorang wanita berumur 85 tahun hidup sebatang kara dan tinggal di sebuah rumah berdinding gedek (anyaman bambu), berukuran sekitar 5 x 7 meter.

Nenek yang akrab dipanggil Mbah Tijo itu tinggal di lereng timur Pegunungan Hiyang Argopuro berbatasan dengan Hutan Arjasa. Tepatnya di RT 04 RW 02 Dusun Sumbercandik, Desa Panduman, Kecamatan Jelbuk.

Dalam kondisi kekurangan dan miskin, Mbah Tijo tak pernah mengeluh.

Dalam setiap kesempatan ada yang datang berkunjung ke rumahnya, nenek yang sehari-hari masih bekerja sebagai buruh tani dan mencari kayu bakar itu selalu memberikan petuah atau nasihat.

Isi nasihatnya, hidup tak boleh menyerah dan selalu banyak bersyukur. Namun tentunya, dengan Bahasa Madura yang sehari-hari menjadi alatnya berkomunikasi.

“Saongghuna odhi’ tak olle potos asa, gudhu pha benyak a sokkor,” ucap Mbah Tijo dengan logat bahasa Madura saat dikunjungi wartawan di rumahnya, Minggu (16/1/2022).

Ditemui di tempat tinggal Mbah Tijo, bangunan tua rumah miliknya hanya disangga kayu keropos dimakan usia.

Dindingnya yang berupa anyaman bambu, tampak kusam tak lagi tersusun rata. Bahkan sebagian hanya diikat dengan tali dan ranting kayu. Itupun sudah tampak sobek dan lubang di beberapa sudut.

Di kala hujan, Mbah Tijo pun hanya bisa pasrah. Terlebih saat hujan itu mengguyur bangunan tua rumahnya. Tetesan air hujan, bak air terjun yang langsung membasahi lantai rumah yang berupa tanah.

Tak tampak rasa ataupun ungkapan kesusahan dari diri nenek tua itu. “Alhamdulillah yang penting masih bisa ditinggali. Ya begini ini rumah saya,” katanya dengan raut ceria khas orang desa

Dengan usianya lagi yang tak muda, Mbah Tijo masih tampak kuat. Dia mengaku, sejak masih berumur 7 tahun, pekerjan di ladang sudah dilakoninya bersama almarhum bapak dan ibunya.

“Dulu sejak zaman Belanda, kakek nenek saya sudah di sawah. Diteruskan bapak dan ibu. Sekarang saya. Kalau kakek dan nenek asalnya dari Dusun Rayap, daerah Rembangan, Kecamatan Arjasa. Tapi terus pindah di sini (kawasan Sukmoilang) Desa Panduman,” katanya.

Ada keinginan dari Mbah Tijo untuk memiliki tempat tinggal yang lebih layak. Namun keinginan hanya sebuah impian baginya. “Ya gimana lagi, tidak ada uang. Tapi Alhamdulillah yang penting masih bisa makan. Itu sudah cukup,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah