MOJOKERTO, FaktualNews.co – Berkas perkara lima tersangka penganiayaan yang mengakibatkan seorang santri di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Mojokerto meninggal dunia, dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto.
Kelima tersangka disangkakan pasal 80 ayat 3 junto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Mereka terancam hukuman paling lama 15 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
Namun, lima santri yang telah ditetapkan sebagai tersangka tidak ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto. Alasannya, karena tergolong anak di bawah umur.
“Untuk jeratan pasalnya kita sangkakan pasal 80 ayat 3 tentang Perlindungan Anak. Untuk dipenyidikan, tidak ditahan. Kami berpendapat tidak melakukan penahanan, karena lima tersangka ini masih kategori anak,” kata Kasi Pidana Umum Kejari Kabupaten Mojokerto, Selasa (25/1/2022).
Meski demikian, pihaknya bekerjasama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Mojokerto untuk melakukan pedampingan terhadap kelima tersangka.
“Kami bekerjasama P2TP2A Kabupaten Mojokerto untuk melakukan pedampingan. Kita hadirkan dari psikolog, kita hadirkan walinya atau orang tuanya, dan wali dari Ponpes juga hadir,” jelas Ivan.
Penganiyaan ini diduga dilakukan pada 13 Oktober 2021 malam hari di dalam pondok pesantren. Kelima tersangka melakukan penganiayaan dengan menggunakan tangan tanpa disertai alat apapun.
Menurut Ivan, penganiayaan yang mereka lakukan hingga korban meninggal dunia hanya spontanitas saja. Namun, Ivan tidak membeberkan alasan atau motif para tersangka melakukan penganiayaan.
“Penganiayaan hanya spontanitas, mereka menggunakan tangan, tidak ada menggunakan alat sama sekali. Untuk alasan mereka melakukan kekerasan akan kami ungkap di persidangan,” ungkap Ivan.
Ivan menambahkan, antara korban dan kelima pelaku merupakan teman satu ponpes. Mereka tidak punya peran sendiri-sendiri, hanya saja mereka melakukan kekerasan atau penganiayaan secara bersama-sama.
“Untuk lima tersangka memiliki peran sendiri sebenarnya tidak ada. Kelima-limanya melakukan kekerasan terhadap korban secara spontan. Jatuhnya ke penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia,” pungkasnya.