PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Pemkot Probolinggo diminta mengkaji ulang hari jadinya. Sebab, hari jadi yang selama ini diperingati setiap tahun, keliru alias salah.
Mestinya, hari kelahiran kota merujuk saat Probolinggo dipisah menjadi 2 bagian yakni, kota dan kabupaten atau saat wali kota pertama dilantik.
Pernyataan tersebut disampaikan Eko Rahman pemerhati sejarah Probolinggo, saat acara Sarasehan Sejarah, yang digelar Komunitas Boemi Banger di Pojok Literasi Arkeologi Boemi Banger, jalan Cempaka, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, kota setempat, Sabtu (29/01/22).
Selain Cak Eko, hadir nara sumber dalam acara bertema, Jas Malam (Jagongan Sejarah Masa Lalu), adalah Rahman Aji guru sejarah SMK dan SMA.
Acara memperingati ulang tahun ke 3 komunitas Boemi Banger, juga
mengundang wali kota. Hanya saja, Hadi Zainal Abidin berhalangan
hadir.
Sedangkan yang hadir pejabat dari Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Dispopar) dan Dinas Pendidikan Kebudayaan (Disdikbud) setempat, Termasuk tokoh dan lurah Sukabumi serta sejumlah mahasiswa dan pegiat budaya dan sejarah lainnya.
Cak Eko menyatakan, peringatan hari jadi Kota Probolinggo salah,
menjawab pertanyaan seorang wartawan. Menurutnya, hari jadi kota yang selama ini diperingati bertepatan dengan pembukaan hutan di Daerah Banger, yakni, 4 September 1359, sebagai cikal-bakal Kadipaten Banger, yang kini masuk wilayah Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Mayangan, kota setempat.
Kemudian 29 September 1359 Prabu Hayam Wuruk Raja Majapahit meresmikan Kadipaten Banger. Berdasarkan bukti sejarah tersebut Eko menyebut, penetapan tanggal 4 September 1359 sebagai lahirnya Kota Probolinggo tidak hanya keliru, tetapi salah. “Bukti ini terdapat di Buku Negara Kertagama,” jelasnya.
Harusnya, kelahiran kota merujuk pada saat Probolinggo oleh pemerintah kolonial Belanda, dipisah menjadi 2 bagian yakni, kota dan kabupaten, 1 July 1918.
Atau saat wali kota pertama Ferdinand Edmond Meijer, pria bekebangsaan Belanda dilantik, 10 July 1928 lalu.
“Kalau 4 September 1359 itu pembukaan hutan di daerah Banger, sebelum nama Banger berubah menjadi Probolinggo. Enggak ada hubungannya dengan Kota Probolinggo. Ya, harus diubah karena salah,” tegasnya.
Hal senada juga diungkap ketua Komunitas Boemi Banger Ino Imam
Safiono, usai acara. Pemkot harus mengkaji ulang penetapan tanggal 4 September sebagai hari jadi.
Menurutnya, pemkot terlalu jauh menetapkan hari kelahirannya tanggal 4 September 1359. “Menurut kami tanggal pelantikan wali kota pertama yang dijadikan dasar kelahiran Kota Probolinggo,” tandasnya.
Imam begitu biasa dipanggil mengapresiasi langkah yang akan diambil Dispopar dan Disdikbud untuk mengkaji ulang kelahiran kota. Agar rencana tersebut cepat terealisasi ia berharap pemkot bersama pemerhati budaya, sejarah dan kelompok masyarakat lainnya duduk bareng. “Kami apresiasi rencana itu,” katanya.
Plt kepala Dispopar Fadjar Poernomo mangatakan, akan menindaklanjuti rencana tersebut. Langkah awal yang akan diambil
yakni, duduk bareng bersama pihak terkait bersama pemerhati sejarah, kemudian akan dilanjutkan kajian akademik.
“Memang bapak wali kota sempat bertanya. Kok hari jadi kota lebih tua dari kabupaten Probolinggo. Kami akan memberikan fakta sejarah yang baru, yang mungkin menjawab pertanyaan bapak wali kota,” jelasnya.
Ditanya target, Poernomo menjawab akan disesuaikan dengan anggaran. Pihaknya akan mengajukan anggarannya tahun ini yakni saat anggaran perubahan tahun ini (2021).
Jika tidak bisa, maka akan diajukan dianggaran tahun depan (2023). “Target kami sesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
Secepatnya, kalau tidak tahun ini ya, tahun depan,” katanya ke
sejumlah wartawan.
Sekadar diketahui, jika merujuk ke tanggal 4 September 1359, hari jadi Kota Probolinggo tahun lalu yakni, 2021 yang ke-662. Sedangkan hari jadi Kabupaten Probolinggo di tahun yang sama (2021) adalah yang ke-275.