Peristiwa

Makam Sri Wulan dan Mitos Rambut Panjang di Kutisari Surabaya

SURABAYA, FaktualNews.co – Di Kelurahan Kutisari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya, terdapat beberapa makam yang dikeramatkan warga sekitar. Salah satu Makam Sri Wulan, atau yang dikenal dengan Pesarean Mbah Jebat.

Juru kunci makamFirman Marsudi Nugroho (36) menuturkan, Sri Wulan merupakan sosok pendiri salah satu dusun di Kelurahan Kutisari, yakni Dusun Seturi, kini Kutisari Utara.

Nama Sri Wulan muncul berdasarkan hasil ‘Taros’ atau upaya bertanya secara mata batin oleh para ahli supranatural.

“Terakhir kita Taros, mengajak komunikasi beliau mengaku namanya Sri Wulan. Sri itu biasanya dari trah raja. Setahun lalu kita Taros, karena kita haul setiap tahun supaya doa sampai kepada yang dituju. Makanya kita sama sesepuh menggelar komunikasi melalui mata batin. Dan mengaku namanya Sri Wulan,” kata Firman di kediamannya, Selasa (15/2/2022).

Masih berdasar hasil Taros, Sri Wulan disebut-sebut sebagai putri kerajaan dari wilayah tapal kuda yang telah memeluk Islam. Ia hijrah ke Surabaya karena ada sesuatu hal.

Apabila digambarkan, sosok Sri Wulan dikatakan Firman, wujudnya perempuan menawan berkebaya dengan pakaian hitam lengan panjang menyerupai pengantin Jawa. Rambutnya disanggul dan tak pernah dibiarkan terurai.

“Rambutnya itu panjang, digelung, berkonde,” lanjutnya.

Lantaran rambut Sri Wulan tak pernah terurai itulah kemudian timbul mitos yang sampai saat ini beberapa warga masih memercayainya. Yaitu barang siapa warga Kutisari yang membiarkan rambutnya panjang sampai melebihi pantat akan menderita sakit hingga meninggal dunia.

“Kalau sampai melanggar bakal sakit-sakitan, makanya harus dipotong. Karena mungkin dari dulu kemungkinan seperti itu. Yang terakhir itu keluarga H Muhammad, istrinya meninggal dunia karena dia suka panjangin rambut sampai sepantat, sebelum meninggal dia sering sakit,” tutur pria alumnus Fakultas Administrasi Negara Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Kota Surabaya tersebut.

Firman kembali bercerita, pada zaman dahulu Sri Wulan kerap menampakkan diri berkeliling kampung sambil menunggangi kuda hitam. Derap langkah dan ringkikan kuda Sri Wulan bahkan terdengar sangat keras, namun hal tersebut bagi warga Kutisari dianggap sudah biasa.

Saat menampakkan diri itu kata Firman, Sri Wulan menyempatkan diri mendatangi tokoh-tokoh desa untuk menyampaikan pesan-pesan seputar kampung mereka.

“Itu dulu kata orang tua-tua, sekarang ya nggak ada,” ucapnya sambil terkekeh.

Kini untuk menghormati mendiang Sri Wulan, warga Kutisari sering menggelar haul pada setiap Bulan Rajab Tahun Hijriyah di lokasi pesarean.

Lokasi pesarean Sri Wulan di Jalan Kutisari Utara III nomor 17, Kutisari, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya itu berdekatan dengan makam umum dengan tembok sebagai pembatas. Selain itu, warga juga membangun sebuah cungkup untuk menaungi makam.

Ada tiga makam di dalam bangunan cungkup. Dua di antaranya merupakan salah satu suami Sri Wulan, sedangkan kuburan yang berada di serambi cungkup diduga para abdi setia Sri Wulan.

Di area makam tumbuh besar, pohon kepuh (kelumpang), sejenis tumbuhan kerabat jauh kapuk randu. Juga kecacil (kesambi) dan pohon asam. Di barat pohon asam itulah diduga kandang kuda Sri Wulan berada.