JEMBER, FaktualNews.co – Keberadaan Kelompok Tunggal Jati Nusantara di Jember terungkap berawal dari kasus ritual maut yang dilakukan di Pantai Payangan, Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Minggu (13/2) kemarin.
Pasalnya dalam ritual tersebut, 23 orang anggota, termasuk ketua kelompok ritual, Nurhasan terseret arus dan tergulung ombak laut selatan. Diketahui 11 nyawa anggota kelompok itu melayang, selebihnya selamat.
Kini Ketua Kelompok Tunggal Jati Nusantara Nurhasan (35) warga Dusun Botosari, Desa Dukuhmencek, Kecamatan Sukorambi, ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
Pasalnya dari penyelidikan polisi, Nurhasan menjadi inisiator kegiatan ritual maut tersebut, yang menyebabkan 11 nyawa anggotanya melayang.
Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan, dari penyelidikan polisi, terungkap fakta, motivasi dari para anggota bergabung dengan Kelompok Tunggal Nusantara itu berbeda-beda.
“Mereka ada yang latar belakang ekonomi, ada latar belakang suatu penyakit ingin sembuh, sehingga bermaksud berobat lewat jalur pengobatan alternatif. Jadi motivasi untuk bergabung dengan kelompok itu, berbeda-beda,” kata Hery saat konferensi pers di Mapolres Jember, Rabu (16/2/2022).
Untuk perekrutan anggota, Hery menjelaskan, tidak ada paksaan untuk bergabung.
Semuanya berawal dari anggota yang tergabung dalam kelompok itu, meyakini kemampuan spiritual dari Nurhasan yang dianggap memiliki kelebihan untuk menyembuhkan dengan pengobatan alternatif.
“Jadi saat ada pasien yang meyakini sembuh, dan merasa sembuh saat berobat, menyampaikan kepada yang lain. Dari mulut ke mulut akhirnya tersiar (sehingga banyak yang ingin tahu dna bergabung dengan kelompok itu). Tidak ada paksaan untuk ikut kelompok itu. Yang yakin dengan kehebatan ilmunya, ikut bergabung dalam kelompok itu,” jelasnya.
Untuk perekrutan anggota, lanjut Hery, Nurhasan tidak membuka pendaftaran atau menyebarkan surat edaran.
“Jadi calon anggota datang, saat tahu kemampuan tersangka N, yang informasinya menyebar hanya dari mulut ke mulut. Kemudian ada ketertarikan untuk bergabung. Yang biasanya (calon anggota) ingin bergabung karena ada masalah,” sambungnya.
Terkait ritual di pantai itu, Hery menyampaikan, sudah dilakukan kesekian kalinya oleh kelompok tersebut.
“Untuk kegiatan ritual sudah 7 kali, yang sebelum-sebelumnya hanya di pinggiran pantai. Nah yang terakhir kemarin itu sampai masuk ke dalam air,” ucapnya.
“Untuk kegiatan selama ini ada iuran Rp 20 ribu, termasuk kemarin untuk sewa mobil juga ada. Tapi tidak ada iuran lain di luar itu. Iuran hanya untuk kegiatan sesama anggota. Tapi masih kami selidiki lebih dalam,” imbuhnya.