SURABAYA, FaktualNews.co – Anggota DPRD Kota Surabaya, menyesalkan jumlah kader kesehatan di Kota Surabaya, dipangkas setelah berubah nama menjadi Kader Surabaya Hebat sejak awal Januari 2022.
“Kami menyesalkan adanya pemangkasan kader kesehatan ini,” kata anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafi’i di Surabaya, Jumat (25/2/2022).
Menurutnya, nasib kader kesehatan di Surabaya menyedihkan, setelah belum menerima insentif sejak Januari 2022. Mereka tidak lagi tercatat sebagai kader kesehatan sejak berubah nama menjadi Kader Surabaya Hebat.
Hal sama juga dikatakan Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti. Ia menerima aduan ada pemangkasan jumlah kader kesehatan, yang jumlahnya lumayan besar ketika berubah menjadi Kader Surabaya Hebat.
Ia mencontohkan, di Kelurahan Wonokromo dari sekitar 400-an kader menjadi 297 orang. Sedangkan di Kelurahan Banyu Urip ada sekitar 150 kader yang tidak lagi mendapatkan SK menjadi kader.
Reni menambahkan, yang lebih menyedihkan lagi, berdasarkan aduan itu, kader kesehatan yang tidak menjadi Kader Surabaya Hebat, terancam tidak menerima insentif yang belum dibayarkan sejak Januari sampai Februari 2022.
“Karena SK menjadi Kader Surabaya Hebat diterbitkan Januari 2022,” ujarnya.
Reni kembali mengatakan, data Dinas Kesehatan Kota Surabaya, mencatat per 31 Desember 2021, ada sekitar 30.605 kader kesehatan. Sekarang diprediksi berkurang antara 20 persen sampai 25 persen, setelah menjadi Kader Surabaya Hebat.
“Dulu kader kesehatan ini kan bermacam-macam, ada kader jumantik, kader posyandu, kader paliatif dan lain-lain. Kemudian ketika pemkot Surabaya dan DPRD menaikkan insentif dari yang semula Rp28 ribu per bulan menjadi Rp400 ribu per bulan. Maka dari para kader tersebut dijadikan satu menjadi kader kesehatan agar tidak ada dobel. Namun sekarang malah ada pemangkasan kader kesehatan,” katanya.
Padahal menurut Reni, semangat Pemkot Surabaya bersama DPRD ketika membahas APBD Surabaya 2022, narasinya memperhatikan kesejahteraan kader kesehatan, dengan menaikkan insentif Rp400 ribu tiap bulan. Bukan mengurangi jumlah kader kesehatan.
Reni berharap Dinas Kesehatan Kota Surabaya tidak menjalankan, dan mempertimbangkan lagi kebijakan tersebut.
“Kader kesehatan selama ini bangga bisa bermanfaat untuk warga. Dan mereka selama ini bekerja dengan gotong royong,” katanya.
Salah seorang kader kesehatan Kelurahan Wonokromo, Nur mengaku telah mengadukan persoalan ini ke Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti.
“Kami menyampaikan ke Pak Camat bahwa tidak mempersoalkan besaran insentif. Yang penting bagi kami bisa bermanfaat bagi orang banyak. Tapi jangan kemudian seenaknya begitu, kami tidak masuk menjadi Kader Surabaya Hebat,” katanya.
Kepala Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Pemkot Surabaya, Arief Boediarto sebelumnya mengatakan, ada sejumlah persoalan yang menyebabkan keterlambatan pembayaran insentif kader kesehatan dan modin.
“Modin kan ada penyesuaian insentif dari Rp400 ribu menjadi Rp800 ribu sejak Januari 2022 berdasarkan APBD 2022. Ternyata di anggaran masih tertera Rp400 ribu. Kalau dibayarkan sebesar Rp800 ribu akan ada pelanggaran,” katanya.
Sedangkan soal insentif kader kesehatan juga dilakukan penyesuaian karena sejak Januari 2022 dilakukan penggabungan dari bumantik, kader posyandu dan lain-lain digabung menjadi kader kesehatan.