KEDIRI, FaktualNews.co – Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana selama setahun menjabat, menemukan permasalahan dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di pemerintahannya. Salah satunya, penyodoran program kerja yang dinilai hanya copy paste dari tahun-tahun sebelumnya.
Pernyataan orang nomor satu di Kabupaten Kediri itu muncul dalam acara podcast yang ditayangkan di sebuah kanal Youtube. Bupati yang akrab disapa Mas Dhito itu membeberkan persoalan yang ditemui di pemerintahannya.
“Problem di Kediri ini banyak sekali kejadian program-program itu, mohon maaf saya harus katakan itu copy paste. Jadi program yang sudah terjadi tahun 2000-an sebelumnya hanya di-copy paste. Banyak yang terjadi seperti itu, dan itu saya temukan di beberapa dinas,” kata Mas Dhito, Sabtu (5/3/2022).
Orang nomor satu di pemerintah Kabupaten Kediri itu menyayangkan model copy paste program lama sampai terjadi. Setiap dinas dituntut berani memunculkan ide-ide kreatifnya mengikuti laju pemerintahan untuk mencapai visi misi pembangunan.
Sebagai pemimpin baru, awal menjabat mesti melakukan perombakan di pemerintahannya. Dalam podcast itu, sempat ditanyakan model rekruitmen pegawai yang dilakukan putra Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung itu.
Mas Dhito memastikan, dalam penempatan pegawai yang dilakukannya bukan atas dasar like and dislike (suka atau tidak suka) melainkan pada raport pegawai. Tahun awal menjabat, Mas Dhito mengakui telah melakukan mutasi sekitar 300-an pegawai.
“Saya sangat menjamin dalam melakukan mutasi pegawai, karena saya tidak punya kepentingan apapun di Kabupaten Kediri selain bekerja untuk masyarakat,” jawabnya.
Dia menuturkan, cara yang dilakukan dalam menempatkan pegawai dari penilaian raport yakni pertama dengan melihat serapan anggaran. Kemudian, kedua terkait kinerja yang dilakukan.
“Saya tanya misalnya indikator untuk membuat bakso, yang bersangkutan menjelaskan membuat bakso indikatornya oli, bensin, solar. Ya sudah kamu tidak bekerja berarti,” terang Mas Dhito memberi contoh penilaian kinerja pegawai.
Bupati berusia 29 tahun itu mengaku satu tahun awal merasa sedih, lantaran kepala kepala dinas takut bertemu dengannya. Dia berterus terang, pernah ada yang menemui membawa uang untuk kepentingan jabatan.
“Tapi saya tolak, ada yang ngakal-ngakali mungkin itu bahasanya,” ucapnya.
Mas Dhito menceritakan, banyaknya surat yang datang setiap harinya, sebagai manusia ada fase disaat tidak teliti. Dia mencontohkan, satu program pembangunan dengan nilai sekian puluh miliar. Merasa ada permainan, pembangunan itu tidak disetujui.
Kemudian, yang terjadi program itu namanya dirubah dan diusulkan kembali menjadi satu dengan program yang cukup banyak. Nilai nominal anggaran yang diajukan pun dikurangi.
“Contoh, misalnya program pengadaan air minum dihargai Rp 1 miliar tidak saya disetujui, pada 2-3 minggu berikutnya diusulkan lagi program pengadaan air kendi, misalkan,” bebernya.