Harga Pupuk Non Subsidi di Jember Tinggi, Petani Mengeluh
JEMBER, FaktualNews.co – Terkait persoalan pupuk subsidi di Kabupaten Jember yang dirasa langka dan banyak ditemui kendala. Selain itu tidak terdata dalam e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompoktani).
Bupati Jember Hendy Siswanto bersama jajaran Forkopimda setempat, melakukan sidak ke agen, distributor, dan kios pupuk di Jember.
Menanggapi persoalan pupuk di Jember itu, para petani tidak mempermasalahkan soal stok pupuk subsidi yang dinilai terbatas.
Namun yang diminta, adalah jangan ada selisih harga yang terlalu jauh antara pupuk subsidi dengan pupuk non subsidi.
“Harapannya petani begitu. Idealnya ya yang bisa terjangkau harganyalah. Mungkin selisih satu kali lipat dari harga subsidi,” kata Ketua Kelompok Tani Dusun Krajan, Desa Ajung, Kecamatan Ajung Edi Sucipto saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Jumat (11/3/2022).
Terkait kondisi pembatasan pupuk subsidi, lanjut Edi, pihaknya memaklumi kondisi tersebut. Terlebih kebutuhan pupuk subsidi juga harus menyesuaikan kondisi e-RDKK yang masih dievaluasi lebih lanjut.
“Tidak menjadi masalah jika pupuk bersubsidi dibatasi. Tapi semisal membeli dari yang non subsidi tidak selisih jauh harganya. Itu intinya,” katanya.
Terkait selisih harga pupuk subsidi dengan non subsidi. Kata Edi, selisih harganya keterlalun sampai empat kali lipat.
“Pupuk subsidi Rp 85 ribu per sak, non subsidi Rp 350 ribu untuk jenis Za. Kemudian hal yang sama juga untuk yang Urea. Untuk jenis ini, Rp 112.500 non subsidi Rp 500 ribuan per satu sak,” sebutnya.
“Ini padahal punya pemerintah semua pupuknya, Pupuk Indonesia. Bukan punya swasta. Jadi seperti itu,” sambungnya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Edi, pihaknya berharap ada perhatian pemerintah. Terkait persoalan pupuk ini.
“Kalau kelangkaan tidak ada sebenarnya, tapi yang terjadi. Penghapusan pada dua macam pupuk SP36 dan Za (untuk pupuk subsidi). Ini yang membuat petani ini agak kesulitan akhirnya, untuk beli yang non subsidi,” ucapnya.
Terpisah, pemilik salah satu kios pupuk di Jember Irwan Sukirno juga membenarkan keluhan yang disampaikan petani soal pupuk subsidi.
“Yang penting sebagai penyalur selalu koordinasi dengan distributor, juga dengan kelompok tani mengenai berapa (pupuk subsidi) yang dibutuhkan sehingga dapat terserap. Pendistribusian pupuk subsidi itu kan dalam satu tahun terbagi dalam 3 musim. Jadi musim tanam 1,2, dan 3. Itu nanti dari jatah alokasi yang ada, bisa dibreakdown,” ujar Sukirno.
Dari tahapan musim tanam yang diketahui ada 3 waktu itu, lanjutnya, kemudian dilakukan pendistribusian kepada petani.
“Kami pun harus ke lapangan untuk melihat langsung petani. Mana kelompok tani yang membutuhkan. Misal kayak MT (musim tanam) 1 pada bulan Januari, Februari, Maret, April. Nah Januari penyerapan tinggi, Februari rendah, Maret nanti juga rendah. Contoh wilayah Kecamatan Ajung ini masih panen,” ulasnya.
“Baru bulan empat (April) sisa dari pupuk subsidi ini kita sedot semua untuk disalurkan,” sambungnya.
Dengan kondisi selisih harga pupuk subsidi dan non subsidi terlampau jauh. Akhirnya petani panik, dan saat stok ada, diambil semua jatah pupuk subsidi pada masa tanam pertama.
“Karena khawatir (panic buying), tidak dapat jatah pupuk subsidi. Mengingat harga pupuk non subsidi juga terlalu mahal,” ujarnya.
Harapan petani, kata Irwan menambahkan, bagaimana petani bisa mudah mendapat pupuk. Bagaimana harga pupuk juga jangan terlalu mahal.
“Kemudian untuk jenis pupuk juga disesuaikan dengan kebutuhan petani. Terutama seperti di wilayah kami yang dibutuhkan Urea dan ZA. Ibarat orang sakit yang ampuh obatnya Urea dan ZA itu,” tandasnya.