Nasional

Akhir Hayat WR Supratman, Komponis Pejuang Wafat di Kota Pahlawan Surabaya

Nasibkoe soedah begini, inilah jang disoekai Pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal saja ichlas, saja toch soedah beramal, berdjoeang dengan carakoe dengan biolakoe. Saja jakin Indonesia pasti merdeka.

Itulah pesan terakhir yang ditulis WR Supratman dibubuhkan dalam prasasti makam di Jalan Kenjeran, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya.

SURABAYA, FaktualNews.co – Wage Rudolf (WR) Supratman, komponis pejuang yang dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh negara. Meninggal di usia 35 tahun, jenazahnya dikebumikan di Surabaya pada Rabu Wage, 17 Agustus 1938.

Prasasti makam WR Supratman menyebutkan, sosok pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya itu wafat setelah setahun sakit. Kondisinya semakin parah saat Belanda menjebloskan ke penjara Kalisosok Surabaya.

“7 Agustus 1938 (Minggu Wage) ketika sedang memimpin pandu-pandu KBI menyiarkan lagu Matahari Terbit di Nirom Jalan Embong Malang Surabaya. Ia ditangkap dan ditahan di penjara Kalisosok,” bunyi prasasti.

Sepuluh hari setelah ditangkap Belanda, WR Supratman akhirnya menghembuskan nafas terakhir di Jalan Mangga 21, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya,  tanpa didampingi anak maupun istri karena statusnya masih lajang.

“Dan dimakamkan di kuburan umum Kapas, Jalan Kenjeran Surabaya secara Agama Islam,” tulisnya.

Makam WR Supratman berbaur dengan warga lainnya-kini Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rangkah. Namun pada tahun 1964, pemerintah memindahkan ke seberang selatan Jalan Kenjeran Surabaya, terpisah dari kuburan umum. Tanpa prasasti, tanpa cungkup. Makam kala itu hanya dikelilingi tembok rendah, berhias tanaman semak berupa kembang sepatu.

Tanggal 3 Mei 2003, Makam WR Supratman dipugar. Dibuat prasasti, patung dan cungkup yang menaungi peristirahatan terakhir Sang Pahlawan. Taman dibuat lebih indah, ditanami bambu hias.

Perjuangan WR Supratman

WR Supratman diberi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada 10 November tahun 1971 dan 19 Juni 1974 mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Utama. Supratman berjuang tidak memanggul senjata, ia menentang penjajah melalui kemahirannya menciptakan lagu-lagu bertema perjuangan. Salah satu karyanya yang terkenal adalah lagu Indonesia Raya dan Ibu Kita Kartini.

Menurut Lilis Nihwan dalam buku WR Supratman Guru Bangsa Indonesia (2018:13), Sang Pahlawan lahir di Dukuh Trembelang, Desa Somogiri, Kecamatan Kaligeseng, Kabupaten Purworejo-Jawa Tengah, pada tanggal 19 Maret 1903. Dari pasangan Sersan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo, seorang prajurit Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL) dan Siti Senen.

Versi lain menyebut, Supratman lahir pada tanggal 9 Maret 1903 di Jatinegara-Jakarta. Jatinegara sering juga disebut Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama Meester Cornelis. Versi kelahiran ini kemudian dipakai pemerintah sebagai Hari Musik Nasional sampai kini.

Saat berusia 11 tahun, Supratman diasuh oleh kakak iparnya, WM Van Eldik (Sastromihardjo) di Makassar. Van Eldik merupakan orang yang berjasa bagi kemahiran musik WR Supratman. Ia diajari memetik gitar dan menggesek biola.

WR Supratman pernah menempuh pendidikan dasar di Euoropeesche Lagere School (ELS), sebuah sekolah dasar Belanda. Untuk memudahkan administrasi pendaftaran sekolah dasar, ditambahlah nama Rudolf sebagai nama tengah WR Supratman oleh kakaknya.

Tahun 1919, Supratman masuk sekolah guru hingga diangkat sebagai pengajar di sekolah tersebut. Di masa yang sama, Supratman mendirikan kelompok musik, Black and White Jazz Band.

Selain sebagai pemusik, Supratman muda juga menekuni profesi jurnalis. Disaat usianya 21 tahun, Supratman hijrah ke Surabaya lalu ke Bandung bekerja di surat kabar Kaoem Moeda. Tahun 1926, Supratman rutin menulis sebagai wartawan surat kabar Sin Po.

Sepak terjangnya di dunia jurnalisme inilah yang kemudian melahirkan semangat nasionalisme dalam diri WR Supratman hingga menciptakan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang liriknya baru rampung selama dua tahun.

Lagu ciptaan Sang Komponis diperdengarkan saat Kongres Sumpah Pemuda II di Jakarta, tanggal 27 sampai 28 Oktober 1928.

“Semula refrein lagu ditulisnya Indones, Indones, Merdeka, Merdeka. Dan sejak itu ia dikejar-kejar Pemerintah Hindia Belanda,” sebut prasasti WR Supratman.

Semenjak tahun 1930, Supratman hidup berpindah-pindah. Meninggalkan Makassar, ia melanjutkan perjuangannya di tanah Jawa. Yakni Kota Surabaya, Cimahi, Bandung dan Jakarta. Ia yakin bahwa suatu saat perjuangan bangsa Indonesia akan membuahkan kemerdekaan. Idealisme itu yang menjadi dorongan buat menciptakan lagu-lagu perjuangan.

Sampai tahun 1937, ia dibawa saudaranya ke Surabaya dalam keadaan sakit sampai akhirnya wafat.

Berikut lagu dan karya sastra ciptaan WR Supratman,

Lagu
– Indonesia Raya
– Indonesia Ibuku
– Bendera Kita Merah Putih
– Bangunlah Hai Kawan
– Ibu Kita Kartini
– Mars Kepanduan Bangsa Indonesia
– di Timur Matahari
– Mars Parindra
– Mars Surya Wiryawan
– Matahari Terbit
– Selamat Tinggal

Karya Sastra
– Perawan Desa (1929), tahun 1930 pemerintah Hindia Belanda melarang buku ini beredar dan menyita.
– Darah Muda
– Kaum Panat