SURABAYA, FaktualNews.co – Jelang Ramadan, sejumlah taman pemakaman umum (TPU) mendadak ramai. Orang-orang datang berkunjung untuk melakukan ziarah kubur menengok sanak keluarga yang telah meninggal dunia.
Melakukan ziarah kubur memang menjadi salah satu kebiasaan yang dilakukan umat muslim dalam menyambut bulan Ramadan. Dalam kesempatan itu, umat muslim memanjatkan doa untuk orang-orang yang telah pergi lebih dulu.
Pada dasarnya, ziarah kubur bisa dilakukan kapan saja. Hanya saja, jelang Ramadan dan Lebaran kerap dijadikan momen yang istimewa bagi umat Muslim untuk nyekar.
Tradisi ziarah kubur sendiri sangat lekat dengan budaya masyarakat Indonesia. Zulkifli Lubis, staf pengajar Prodi Antropologi Sosial FISIP USU, menduga bahwa tradisi ini berasal dari kepercayaan kuno masyarakat tradisional untuk menghormati leluhur.
Tak hanya bagi umat muslim, tradisi ini juga berlaku bagi penganut kepercayaan lain. Misalnya Katolik yang memiliki tradisi ziarah kubur saat peringatan arwah setiap 2 November. Atau, orang Tionghoa yang memiliki tradisi ceng beng atau ziarah kubur untuk menghormati leluhur.
“Tradisi ini kemudian masuk ke suku-suku kita, jadi tabur bunga. Itu saling mengambil [tradisi] tanpa diketahui dari siapa awalnya. Semacam modifikasi,” kata Zulkifli.
Tabur bunga sendiri, diduga Zulkifli, muncul dari salah satu kepercayaan kuno di Indonesia, seperti Hindu.
Bagaimana Ziarah Kubur Jadi Tradisi Jelang Ramadan?
Kebiasaan nyekar menjelang Ramadan bisa dilihat dari dua sisi, yakni sisi teks dan konteks. Dari sisi teks sendiri, kebiasaan mengenai ziarah kubur ditemukan di dalam sejumlah hadis yang diceritakan oleh para sahabat nabi.
“Ada memang istilahnya, membolehkan orang menziarahi kubur, itu secara teks ada hadis, ajarannya. Namun, sebenarnya dalam ziarah kubur yang dibolehkan tidak ada ketentuan, aturan [ziarah kubur dilakukan] jelang Ramadan, Lebaran. Kapan saja boleh,” imbuhnya.
Dari hadis-hadis inilah, diungkap bahwa tujuan ziarah kubur antara lain mengingatkan peziarah akan kematian.
Selain itu, ziarah kubur jelang Ramadan juga bertujuan untuk menyucikan hati. Bulan puasa akan lebih baik jika disambut dengan hati yang suci.
“Ini [ziarah kubur] tujuannya untuk menyucikan diri bagi peziarah. Bulan Ramadan bulan yang suci, bulan dengan kesempatan untuk mendapatkan pahala,” jelas Zulkifli.
Kendati demikian, Islam sendiri sebelumnya tak mengenal kebiasaan tabur bunga. Meski demikian, sejumlah ulama menyebutkan bahwa ziarah kubur akan lebih baik jika ada daun berwarna hijau yang diletakkan di makam.
Ajaran tersebut, lanjut Zulkifli, diasumsikan sebagai daun atau tanaman yang masih segar. Hal ini mengandung harapan bahwa orang yang dikubur di dalamnya bisa terlepas dari siksa kubur.
“Ini barangkali bertransformasi jadi bentuk orang bawa bunga, air kendi, lalu disiramkan ke makam,” imbuhnya.
Bunga sendiri secara umum melambangkan kehidupan yang sejahtera. Dalam ziarah kubur, bunga secara tidak langsung mengandung makna harapan akan kesejahteraan untuk mereka yang telah meninggal dunia di akhirat.
Sementara itu, jika dilihat dari kacamata sosial, kebiasaan ziarah kubur juga mampu meningkatkan ikatan antar-keluarga.
“Ikatan keluarga disadarkan kembali, kebersamaan juga, jadi ikatan keluarga lebih kuat,” katanya.