LAMONGAN, FaktualNews.co – Terkait penolakan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Mahasiswa di Lamongan dalam sehari Rabu (13/4/2022) dua kali aksi unjuk rasa.
Aksi unjuk rasa pertama dilakukan ratusan kelompok mahasiswa Cipayung Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lamongan. Mereka menggelar demonstrasi dari tugu Adipura longmarch menuju gedung DPRD Lamongan.
Mereka menyuarakan tuntutan yang hampir sama dengan demo serentak pada 11 April 2022 kemarin. menolak jabatan presiden 3 periode dan penundaan Pemilu 2024.
Dengan membentangkan spanduk, poster dan bendera ormawa masing-masing. Ratusan mahasiswa ini menggelar orasi secara bergantian untuk menyuarakan tuntutan yang dianggap mencederai demokrasi.
“Kami menolak masa jabatan presiden 3 periode dan wacana penundaan Pemilu 2024,” kata salah seorang korlap aksi, Amir Mahfud dalam orasinya di depan gedung DPRD Lamongan.
Selain menolak tiga periode Presiden, ratusan mahasiswa ini juga menolak kenaikan harga seperti BBM, harga minyak goreng dan PPN.
Mereka menganggap pemerintah melalui lembaga negara yang ada, bisa menindak tegas sesuai undang-undang terhadap mafia pangan.
Dikatakan Amir Mahfud, imbas dari isu kenaikan harga BBM adalah naiknya harga bahan pokok. Kebijakan pemerintah yang dianggap kurang becus mengatur negara ini menyebabkan kelangkaan beberapa bahan pangan.
“Pemerintah selalu gagal mengantisipasi pemain mafia,” tandasnya.
Massa mahasiswa ditemui anggota DPRD Lamongan dari Fraksi PKB, Mahfud Shodiq dan Retno dari Fraksi Demokrat.
“Kami menampung apa yang menjadi aspirasi teman-teman mahasiswa. Penundaan Pemilu, kenaikan BBM, PPN dan minyak goreng, kami beserta pimpinan DPRD Lamongan manyetujui, hanya saja kami minta untuk dibahas dengan baik,” kata Mahfud seraya mengajak perwakilan massa aksi masuk kedalam gedung DPRD di jalan Basuki Rahmat Lamongan tersebut.
Namun pendemo menolak kemauan dewan yang hanya meminta perwakilan mahasiswa yang boleh masuk gedung dewan untuk berunding. Hingga ratusan mahasiswa membubarkan diri.
Selang beberapa jam gelombang unjuk rasa kembali terjadi. Kali ini dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Lamongan, yang juga turun jalan menyuarakan aspirasi dengan tuntutan yang sama. Namun memusatkan aksi mereka di depan kantor Pemkab Lamongan.
“Kami datang ke Pemkab Lamongan menolak perpanjangan masa jabatan 3 periode dan agar suara kami ini disampaikan ke pusat,” kata Wibisono korlap aksi PC IMM Lamongan.
Tak hanya itu, massa aksi IMM yang memulai aksinya dengan longmarch dari Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan juga menolak naiknya BBM dan minyak goreng akan menambah derita rakyat yang masih dilanda pandemi yang masih terjadi hingga saat ini.
“Kami meminta ketegasan Pemkab Lamongan untuk bersama-sama kami menyuarakan aspirasi yang sama, yang dibuktikan tidak hanya lisan tapi juga tertulis,” ujarnya.
Pendemo juga menolak pemindahan Ibu Kota Negara, di tengah kondisi rakyat yang masih menderita.
“Kami minta bertemu dengan Bupati Lamongan. Kami ingin menyampaikan, menyuarakan kegelisahan rakyat atas kebijakan pemerintah pusat.” Pungkas Wibisono di depan kantor Pemkab Lamongan.
Peserta aksi ditemui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekdakab Lamongan, Fahrudin Ali Fikri yang mengatakan, Bupati Lamongan berhalangan hadir menemui mahasiswa karena sedang ada acara yang tidak bisa ditinggalkan.
Di hadapan mahasiswa, Fahrudin juga membubuhkan tanda tangan di pernyataan sikap para mahasiswa.
“Kami sampaikan bahwa Bupati Lamongan tidak bisa menemui mahasiswa karena sedang ada acara di Brondong,” ungkap Fahrudin di hadapan pengunjukrasa.
Usai mendengar penjelasan Fahrudin dan menyaksikan Fahrudin yang mewakili Pemkab Lamongan membubuhkan tanda tangan. Massa mahasiswa sempat bertahan di depan Pemkab Lamongan menunggu selama beberapa saat sebelum akhirnya membubarkan diri dengan tetap dalam kawalan ketat petugas kepolisian Lamongan.
Kapolres Lamongan, AKBP Miko Indrayana mengungkapkan, saat pengamanan aksi, tidak ada penggunaan senjata api dan berupaya untuk tidak terjadi benturan antara petugas pengamanan dengan massa aksi.
“Pastikan tidak ada anggota yang membawa senjata api karena kita mengawal bukan melawan,” tandasnya.