SURABAYA, FaktualNews.co-Terdakwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), The Irsan Pribadi Santoso mengaku tidak ada kesengajaan Ketika memukul istrinya Chrisney. Hal itu disampaikannya saat menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Atas pengakuan tersebut, Antonius pengacara korban ketika dikonfirmasi perihal terdakwa tidak sengaja melakukan KDRT mengatakan bukan pada tidak sengajanya. Melainkan lamanya korban menerima perlakuan kasar dari terdakwa.
“Kalau kami melihat keterangan klien kami saat diperiksa, itu kejadiannya sudah berlangsung lama. Hanya saja yang terakhir baru dilaporkan. Kalau dianggap terakhir itu tidak ada kesengajaan, nah sebelumnya apa. KDRT yang dialami klien kami ini sudah sejak tahun 2017,” terang Antonius saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat (20/5).
Sedangkan terkait dua alat bukti yang dibantah dengan penyebutan tidak sah, Antonius mempersilahkan pihak terdakwa mengatakan tidak sah. Dirinya akan menyerahkan sepenuhnya pada majelis hakim.
“Kami persilahkan bahwa pihak terdakwa membantah bahwa alat bukti tidak sah. Kita serahkan ke majelis hakim apakah barang bukti CCTV dan Visum itu sah atau tidak. Kami tetap meyakini alat bukti tersebut adalah sah. Sebab sudah diatur dalam undang-undang (UU). Semisal ada kejahatan di jalan dan terekam CCTV, polisi pasti menggunakan rekaman CCTV tersebut sebagai alat bukti,” bebernya.
Untuk dua kewarganegaraan yang dipermasalahkan hingga kliennya dilaporkan ke Imigrasi, Antonius membenarkan. Namun, bila ada pemeriksaan, dia membantah. “Benar dilaporkan. Tetapi kalau diperiksa oleh pihak imigrasi belum. Kan mesti saya yang mendampingi. Pasti saya tahulah kalau Bu Chrisney diperiksa,” tegasnya.
Sebelumnya, Filipus, pengacara terdakwa saat dikonfirmasi usai persidangan menyampaikan bahwa dalam keterangan terdakwa di hadapan majelis hakim yang diketuai Cokorda disebutkan pada intinya membantah adanya kesengajaan melakukan KDRT terhadap korban.
“Ketika klien kami diperiksa mengenai kesengajaan melakukan tindak pidana KDRT, namun unsur kesengajaan tidak terpenuhi. Setiap orangnya siapa, dalam hal ini Pak Irsan. Tetapi tidak ada kesengajaan saat melakukan KDRT. Awalnya kan dipukul anaknya karena disuruh korban. Dan itu terlihat dalam rekaman CCTV,” kata Filipus di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (19/5).
Menurutnya, dua alat bukti berupa CCTV dan Visum et Repertumnya adalah tidak sah. Karena unsur setiap orang yang dengan sengaja melakukan pidana haruslah didukung minimal dua alat bukti.
“Dua alat buktinya tidak sah. Dan itu sudah kita bantahkan bahwa CCTV dan Visum et Repertum tidak sah,” ucapnya.
Saat ditanya terkait status dobel kewarganegaraan pada korban CH, Filipus menjelaskan saat ini pihaknya sudah melaporkan kepada pihak Imigrasi. “Iya benar. Sudah kita laporkan ke Imigrasi. Ancamannya ya dideportasi,” tandasnya.