JEMBER, FaktualNews.co – Menanggapi kasus suspek Penyakit dan Mulut (PMK) pada hewan ternak sapi, Dinas peternakan Jember mulai melakukan langkah-langkah penanganan.
Penanganan tersebut mulai dari pengecekan sampel hewan ternak yang berkoordinasi dengan Laboratorium ternak di Malang, hingga rencana lokalisir hewan ternak.
“Petugas laboratorium mengambil sampel. Kemudian ternak yang sakit dilokalisir, tidak diizinkan keluar atau diperjualbelikan. Kami tangani dengan gratis untuk meminimalisir kerugian. Selain memberikan ketenangan kepada peternak,” kata Sekretaris Dinas Peternakan Jember Sugiyarto saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Jumat (20/5/2022).
Namun terkait langkah lokalisir, kata Sugiyarto, diakui olehnya belum ada skema bagaimana pemerintah, akan memberikan ganti rugi kepada ternak yang mati atau dipotong paksa.
“Kami (masih) berdiskusi, bagaimana jika menggunakan dana darurat. Cuma kita kan belum masuk dalam keadaan darurat. Yang bisa kami lakukan saat ini adalah melokalisir itu,” katanya.
Langkah lokalisir terhadap sapi yang suspek PMK dibutuhkan, mengingat populasi sapi di Jember cukup besar, yakni 270 ribu ekor.
“Dengan penyebaran penyakit PMK yang di udara saja bisa menyebar 10 kilometer dari satu ternak ke ternak yang lain membuat kami sangat kebingungan kalau membuat outbreak (wabah) luar biasa. Sedangkan pengobatannya butuh waktu lama, karena ini virus,” ulasnya.
Lebih lanjut, Sugiyarto mengatakan, bahwa vaksinasi juga belum ada. Meskipun bisa saja dilakukan.
“Vaksinnya belum ada sekarang. Karena selama seratus tahun, adanya virus hanya satu subtipe, subtipe O. Sekarang ada tujuh subtipe. Kalau Indonesia mau membuat vaksin, harus diketahui subtipe nya apa, dan pakai pengujian akurasinya seberapa besar. Artinya kalau vaksinasi, harus vaksin impor dalam waktu dekat. Itu pun harus disesuaikan dengan subtipe di Indonesia. Sama dengan Covid,” kata Sugiyarto.
Dengan kondisi penyebaran virus PMK pada hewan ternak ini, pihaknya juga membenarkan menjadi keresahan di kalangan peternak.
“Tapi bukan hanya pengusaha (sapi) yang resah. Kami pun resah. Bahkan tiga hari hujan kami sangat resah, karena adanya hujan pada musim pancaroba, daya tahan tubuh ternak menurun. Hawa yang dingin membuat virus lebih lama bertahan di udara. Ini kan semakin memudahkan penyebaran ke ternak lain,” kata Sugiyarto.
Kendati sudah ditemukan adanya kasus suspek PMK, Dinas Peternakan juga belum menutup pasar hewan.
“Karena kasus di Jember masih terlokalisir di dua desa, belum menyeluruh. Sehingga kami melakukan komunikasi, menyebarkan informasi, dan mengedukasi masyarakat dan peternak di pasar hewan. Kami melakukan disinfeksi dan memasang banner. Tujuannya biar masyarakat tidak panik. Sebab kalau masyarakat panik, mereka akan berlomba-lomba menjual ternak,” pungkas Sugiyarto.