PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Pemkot Probolinggo dinilai lamban dalam memproses izin perumahan. Untuk mendapatkan Surat Keterangan Rencana Kota (SKTR) saja lebih dari sebulan bahkan sampai 2 bulan ada yang belum selesai.
Tak hanya itu, stakeholder atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, harus satu suara, agar pengurusan izin lebih cepat terselesaikan.
Sebab selama ini, pengusaha property atau pengembang perumahan diribetkan dan dibingungkan oleh kebijakan yang berbeda antar stakeholder.
Itulah keluhan dan permintaan para pengusaha yang tergabung dalam Paguyuban Pengembang Probolinggo Raya (P2PR). Mereka juga meminta pemkot segera membuat Perda Perizinan dan Restribusi. Agar aturan dari atas atau pemerintah pusat bisa diterapkan di pemerintahan daerah.
Keluhan dan permintaan tersebut terungkap saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi III DPRD setempat, Selasa (24/05/22) siang.
Hadir dalam RDP tersebut, Dinas Penanaman Modal Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) RDP yang dipimpin ketua komisi III Agus Riyanto juga menghadirkan Bappeda Litbang, (Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Hanya saja RDP yang berlangsung di ruang komisi III, tidak mengundang PDAM.
Sekretaris P2PR, Amnari mengatakan, ada anggota P2PR yang mengurus SKTR dan Siteplane yang tidak selesai hingga 2 bulan, padahal seluruh persyaratan sudah dipenuhi. Jika ditanya, petugas menjawab, masih proses.
“Loh kapan selesainya. Ini kan mengganggu pekerjaan anggota kami. Tanpa izin, kami tidak bisa membangun perumahan,” tegasnya.
Tak hanya itu, izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) sebelumnya bernama Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bernasib sama. Bahkan yang membuat aneh saat anggota P2PR mengurus STKR untuk membangun satu unit ruko.
“Pegawai PU meminta lahan yang akan ditempati dipetakan dulu. Ini kan aneh, lawong lahannya sudah berupa pekarangan. Kecuali masih lahan pertanian. Ini logikanya dimana,” jelasnya.
Dan yang lebih mengherankan lagi, antara perwali dan Perda berbeda. Diperwali disebutkan, perumahan harus menggunakan air PDAM, sedang di Perda ytidak mewajibkan.
“Ini kan aneh. Diperwali PDAM titik. Sedang diperda PDAM ada garis miringnya. Kalau ada garis miringnya kan bisa menggunakan air selain PDAM,” tambah Amnari keheranan.
Menyikapi persoalan itu Kepala DPMPTSP M. Abbas mengatakan, tentang keluhan dan curhatan para pengembang yang telah disampaikan pada RDP sebelumnya, dirasa sudah dilaksanakan seluruhnya.
Namun, ketika masih ada yang belum terealisasi, bukan karena tidak bekerja. Tetapi lebih karena tidak memiliki kewenangan atau diluar kewenangan dinas yang dipimpinnya.
“Kami di sini tidak berdiri sendiri. Tetapi terkait dengan OPD lain. Juga terkendala dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat, seperti OSS. Soal OSS ini tidak hanya di sini, tetapi sebagian besar kota dan kabupaten se Indonesia mengalami permasalahan yang sama. Kalau ada keluhan ya kami sampaikan ke pusat,” jelasnya.
Kepala DPUPR Setyorini Sayekti membenarkan, kalau izin PBG atau IMB terkendala beberapa waktu yang lalu. Kendalanya, soal tarip yang belum diatur di Perda.
Namun, setelah berkoordinasi dengan pemerintah persoalan tersebut bisa diselesaikan. “Soal tarip PBG kami oleh pemerintah pusat disarankan memakai tarip IMB yang sekarang. Karena soal tarip belum ada perda-nya,” jelasnya.
Rini berterima kasih atas saran dan masukan untuk perbaikan kedepannya. Soal SOP pengurusan perizinan hingga saat ini belum ada ketentuan batas waktunya.
Yang pentiing, usai mengurus perizinannya di OSS pere pengembang sebaiknya segera mengurus perizinan yang lain, sebagai persyaratan untuk mendapatkan izin dari OSS.
“Untuk mendapatkan izin dari OSS ada perizinan lain yang harus dipenuhi. Seperti izin KKPR atau izin PBG dan siteplane. Perizinan ini terkait dengan dinas kami. Ada persyaratan yang harus dipenuhi pemohon izin. Mengenai waktu prose perizinan 20 hari, kalau seluruh persyaratannya dicukupi. Tapi kalau tidak SOP-nya akan lebih panjang,” pungkasnya.