SURABAYA, FaktualNews.co – Menyusul kasus kekerasan seksual masih sering terjadi di Kota Pahlawan. Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya, meminta pemerintah kota setempat membuat skema pola perlindungan anak.
“Tujuan skema ini agar anak-anak bisa tumbuh dan berkembang dengan aman dan nyaman di Kota Surabaya. Sehingga, Surabaya tidak hanya menyandang predikat kota layak anak, esensinya tidak demikian,” kata Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Khusnul Khotimah Senin (27/6/2022).
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang juga disabilitas tuna rungu terjadi di kawasan Tambaksari, Surabaya beberapa hari lalu. Kasus yang menimpa anak disabilitas tersebut telah dilaporkan ke Polrestabes Surabaya.
Atas kejadian itu, Khusnul mengaku prihatin, karena di Surabaya masih sering terjadi kasus anak-anak yang mengalami kekerasan seksual. Padahal, Surabaya sudah meraih predikat kota ramah anak. Kondisi ini sangat ironis.
“Kasus anak disabilitas yang mendapat kekerasan seksual itu bukan yang pertama. Pada 2021, ada 104 kasus kekerasan anak di Surabaya. Terjadi karena beberapa penyebab. Namun, yang paling banyak karena faktor ekonomi. Selain itu juga karena pola asuh dan faktor lainnya,” kata dia.
Menurut Khusnul, agar kasus semacam itu tidak terus terulang di Kota Pahlawan, pihaknya meminta Pemkot Surabaya membuat langkah-langkah strategis dan taktis, seperti membuat skema tentang pola perlindungan anak yang jelas dan mudah diterapkan.
Selain mendorong Pemkot Surabaya membuat grand design, lanjut dia, pihaknya juga mendorong untuk segera merevisi Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Perlindungan Anak. Apalagi, beberapa waktu lalu DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Kami tahu, untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual ini tidak hanya bisa dilakukan pemerintah, tapi juga diperlukan keterlibatan masyarakat. Makanya layanan di RT-RW perlu diperkuat dengan mengaktifkan kembali sistem ronda di kampung,” kata Khusnul.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya Anna Fajriatin sebelumnya mengaku pihaknya telah mengajukan pendampingan langsung kepada Kementerian Sosial berupa program pendampingan Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos).
“Sakti Peksos akan mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari Kemensos RI, yang juga diakui keabsahannya oleh Polri, yakni untuk membuatkan pendampingan, baik di tingkat pengadilan maupun kejaksaan,” ujar dia.
Meski demikian, katanya, Dinsos Surabaya akan selalu terbuka untuk memberikan bantuan lewat pelatihan keterampilan di UPTD Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) Kalijudan Kota Surabaya.
Menurut dia, sambil menunggu proses pendidikan kejar paket, korban juga bisa ikut belajar keterampilan bersama komunitas disabilitas. “Selain memberikan alat bantu dengar dan psikologis korban, kami sangat terbuka jika korban ingin bergabung untuk mengikuti pelatihan, seperti melukis atau membatik,” kata Anna.