GAMKI Ingatkan Pemkot Surabaya, Awasi Ketat Tunjungan Fashion Week Munculnya LGBT
SURABAYA, FaktualNews.co – Fenomena Citayam Fashion Week telah merambah ke berbagai daerah tak terkecuali di Surabaya. Semula, Jalan Tunjungan yang hanya ditemui hilir mudik pejalan kaki dan pengendara, belakangan ini dipadati remaja yang berjalan lenggak- lenggok di zebra croos, bak model profesional.
Hal ini jelas menarik publik untuk melihat dan berhenti di tengah jalan khususnya bagi pengendara motor dan mobil.
Di sana ditemukan laki-laki dengan percaya diri menggunakan aksesoris yang selayaknya dipakai perempuan seperti high heels, crop tee hingga legging.
Menanggapi fenomena tersebut, Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Jawa Timur, Arnold Panjaitan mengingatkan Pemerintah Kota Surabaya, untuk mengawasi ketat kegiatan tersebut supaya tidak mengarah ke hal yang negatif.
“Saya ingatkan pemerintah untuk betul-betul mengawasi supaya wadah kreasi ini tidak menuju ke arah dorongan-dorongan negatif,” katanya.
Menurutnya, dalam dunia seni itu tidak ada batasan, segala sesuatu bisa terjadi dan disebut dengan karya dan terkadang diluar cara berpikir orang awam. Hal tersebut, kata dia, merupakan tugas Pemkot Surabaya untuk mengakomodir ke arah positif.
“Surabaya kan punya Dewan Kesenian, seberapa jauh pemerintah peduli dan memelihara seniman-seniman, itu kan yang jadi pertanyaan. Artinya, ketika hari ini masyarakat punya inisiatif mengeluarkan kreatifitas mereka. Tugas pemerintah ini bagaimana mengakomodir kreatifitas ini menjadi sesuatu yang positif,” tambahnya.
Arnold menduga, para peserta Tunjungan Fashion Week yang didominasi generasi Z itu menggunakan pakaian yang diluar lazim itu terinspirasi dari peserta Milan Fashion Week, Paris Fashion Week, ataupun New York Fashion Week.
“Ketika bicara fashion, seperti di Perancis itu perancang busananya banyak yang LGBT. Profesi itu memang didominasi kalangan LGBT atau bencong. Orang-orang seperti itu pasti punya komunitas. Sehingga, kemunculan melalui wadah fashion week di daerah-daerah ini, mereka yang lebih menonjol,” pungkasnya.
Sementara data menurut lembaga survey Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 10-17 Mei 2022 kemarin terhadap seluruh warga Indonesia dengan rentang usia 17 tahun ke atas terkait penilaian publik warga Indonesia terhadap LGBT. Hasilnya, 44,5 persen yang menyatakan setuju untuk menghargai LGBT sebagai sesama manusia.
Sedangkan, 49,3 persen publik Indonesia tidak setuju menilai LGBT sebagai perilaku manusia. Sisanya, 6,2 persen menyatakan tidak tahu atau enggan memberikan jawaban.
Kendati angka penolakan lebih menonjol, hal tersebut tetap saja wajib diwaspadai karena telah bertentangan norma dan agama apapun.