Peristiwa

Jaga Tradisi Leluhur, Ruwat Agung Patirtan Digelar di Candi Jolotundo

MOJOKERTO, FaktualNews.co-Ruwat Agung Petirtan kembali digelar di Petirtaan Jolotundo atau Candi Jolotundo yang diperkirakan dibangun pada abad ke-10 masehi oleh Raja Udayana dari Bali, di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Rabu (3/8/2022).  Sebelum prosesi ruwat dimulai, riuh gamelan mengiringi arak-arakan sesaji hasil bumi.

Aroma wangi mulai menusuk hidung kala dupa dinyalakan. Para penari perempuan mempersembahkan tarian Mayang Rontek. Pertanda prosesi ruwat petirtan yang terletak di lereng Gunung Penanggungan ini dimulai. Puluhan kendi berisi air dari berbagai petirtan berjejer rapi ditepian kolam. Di tengahnya, dua gentong berukuran sedang, terlihat dibalut dengan kain kafan.

Setelah prosesi pembacaan doa selesai. Sang juru kunci Petirtan Jolotundo bersama dengan tokoh adat lantas masuk ke dalam kolam. Satu persatu, air dari pancuran di petirtan Jolotundo diambilnya menggunakan gentong kecil berbahan tanah liat itu. Hening, tak ada satupun mulut yang berbicara, hanya suara gemericik air dari 52 pancuran yang terus mengusik telinga.

Proses pengumpulan mata air pun usai. Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra lantas dipersilahkan menuangkan air ke dalam dua gentong berukuran yang tertutup kain kafan itu.

Ruwat situs candi yang dilakukan masyarakat  di sekitar Petirtan Jolotundo ini dilakukan setiap tahun secara turun temurun. Biasanya, ruwat ini dilakukan pada awal bulan Suro atau bulan Muharram.

Dalam ruwatan ini, 33 sumber mata air yang ada di seluruh lereng Gunung Penanggungan dijadikan satu dalam gentong. Sebenarnya, dari 33 sumber mata air yang wajib ada yakni 7 mata air.

Sebanyak 7 mata air yang wajib ada itu yakni sumber Petirtan Jolotundo, sumber Petirtan Jolosuto, sumber Petirtan Resi Barada, sumber Petirtan Putri-putra, sumber Petirtan Bagong, sumber Petirtan Lembang, dan sumber Petirtan Sapar. Namun demikian, 33 sumber mata air yang ada di lereng Gunung Penanggungan itu selalu ada setiap kali ruwatan dilakukan.

Pada kesempatan itu, Bupati Mojokerto kfina Fahmawati mengatakan, bahwa kegiatan Ruwat Agung Partirtan Jolotundo ini tidak hanya sekedar kegiatan rutin adat istiadat dan budaya, akan tetapi dapat dimaknai sebagai upaya untuk menghargai segala yang sudah dilakukan oleh para leluhur atau para pendahulu.

“Tentunya, kita nanti akan bersama-sama berdoa memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, mudah-mudahan semua yang sudah dilakukan oleh para leluhur kita merupakan suatu kebaikan dan kemudian kita bersama-sama bisa menikmatinya, kita bisa warisi dengan baik, dan kita jaga dengan baik,” jelasnya.

Ikfina berharap, agar para penerus dari para leluhur dapat diberikan hidayah dan kekuatan untuk bisa melanjutkan kebaikan yang sudah dilakukan oleh para leluhur.

“Mudah-mudahan kita bisa menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya di tempat kita masing-masing, di posisi kita masing-masing dan sesuai dengan kewenangan kita masing-masing,” harapnya.

Ikfina juga menjelaskan, bahwa kegiatan Ruwat Agung Partirtan Jolotundo ini, merupakan salah satu kegiatan warisan dari para leluhur yang merupakan wujud dari kegotongroyongan.

“Semoga upaya yang kita lakukan hari ini, betul-betul bisa menjaga dan melestarikan semua peninggalan para leluhur kita baik peninggalan secara fisik maupun peninggalan secara non fisik yang bersama-sama kita harus jaga,” ujarnya.

Selain itu, Ikfina juga bersyukur, diberikan anugerah Petirtaan Jolotundo dengan banyak mata air di gunung Penanggungan yang menjadi sumber kehidupan di sekitaran wilayah Pertitaan Jolotundo.

“Untuk menjaga melestarikan semuanya, kegiatan yang dilaksanakan sebagai simbol bahwa kita ini komitmen secara bergotong royong bersama-sama menjaga melestarikan Pertitaan Jolotundo ini,” jelasnya.

Masih Ikfina, Ia juga berharap dapat menjaga dan melestarikan semua mata air yang ada khususnya di Gunung Pawitra Penanggungan ini. Selain itu kedepannya Ruwat Agung Partirtan Jolotundo ini juga bisa menjadi upaya pelestarian adat istiadat dan budaya dan juga berhubungan kepada upaya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Mojokerto.

“Ini suatu hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena Ini satu sama lain saling mendukung seperti itu,” pungkasnya.