JAKARTA, FaktualNews.co – Kasus tewasnya anggota polisi bernama Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih bergulir, bahkan kian seru, Rabu (3/8/2022).
Bahkan Komnas HAM turut andil dalam penyelidikan bersama Tim Khusus Gabungan yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Beberapa fakta yang telah ditemukan oleh Komnas HAM dari proses penyidikan diduga temuan tersebut diragukan oleh pihak kuasa hukum dari Brigadir J, salah satunya hasil penelusuran video CCTV.
Tim Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J, Mansur Febrian di acara Apa Kabar Indonesia Malam, TvOne pada Sabtu, (30/7/2022) mengungkapkan banyak pertanyaan yang ditujukan kepada Komnas HAM terkait hasil video CCTV beserta sejumlah bukti lainnya yang telah dikumpulkan.
“Berdasarkan informasi yang kami himpun ada komunikasi dengan keluarga pukul 22.40 WIB. Kapan terjadi tembak-menembaknya? Kapan terjadi pelecehan seksualnya? Sebenarnya CCTV tanggal berapa yang diperiksa,” tanya Mansur.
Sementara itu, hadir pula narasumber lainnya dalam sambungan video call yaitu Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik yang menjelaskan bahwa pihaknya menerima rekaman CCTV pada tanggal 8 Juli 2022, yakni pada hari kejadian itu berlangsung.
“Kalau saudara Mansur punya data lain ayo datang ke kantor kami, kita cross check bareng-bareng,” sergah Taufan pada kesempatan tersebut. “Kalau tidak percaya ya silakan, apa yang kami katakan itu berdasarkan apa yang kami ambil,” lanjutnya.
Pihaknya menilai lontaran pertanyaan tersebut telah memojokkan Komnas HAM yang dinilai sangat tidak mendasar dalam menelusuri bukti terkait kasus Brigadir J. Taufan mengakui bahwa Komnas HAM juga menggunakan ahli yang sangat independen.
“Apakah terjadi pelecehan? Belum pasti. Apakah terjadi tembak-menembak? Belum tentu. Perlu kejernihan kita untuk mendapatkan kejelasan dari kasus ini,” jelas Taufan.
Serahkan Kasus Pada Penyidik Hukum Selain itu, dirinya juga mengatakan untuk menentukan seseorang benar atau salah dalam kasus tersebut hanya tergantung kepada penyidik hukum.
Perihal salah satu ajudan Irjen Ferdy Sambo yang belum diperiksa, Taufan menjelaskan saat itu ajudan tersebut sedang berhalangan hadir dan berada di Magelang. Dirinya juga menambahkan bahwa pemeriksaan akan terus berlanjut.
Selain ajudan pemeriksaan juga akan dilakukan pada asisten rumah tangga dan security sipil yang bertugas di rumah tersebut.
“Yang kemudian akan meneruskan lagi soal jejak digital tidak digital, yang tempo hari saya katakan baru sesi pertama, komunikasi di antara para pihak itu pak Sambo, istrinya, Almarhum Yosua, Bharada E dan lain-lain itu semua an baru dikasih seldamnya, belum apa isinya. Kalau itu tidak bisa dibuka memang kesulitan yang tadi saya katakan titik hitam karena tidak ada CCTV yang bekerja di rumah dinas itu,” ujarnya.
Kini Komnas HAM mengaku hanya tinggal memanggil Irjen Ferdy Sambo tetapi untuk Putri Candrawathi harus mengikuti prosedur karena mendapat informasi, ada penasihat psikologinya. Oleh karena itu, Komnas HAM harus terlebih dahulu mengumpulkan bahan dan data informasi yang kuat.
“Tapi kita kumpulkan ini barang-barang bukti informasi baru kami masuk ke titik yang menurut kami krusial, tanpa didukung oleh data informasi yang kuat kami akan sulit untuk membuka masalah ini. Kami meminta Kapolri untuk mengumpulkan semua bukti itu,” katanya.
Selain itu, pada kesempatan lainnya, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak meragukan keaslian CCTV tersebut serta mempertanyakan apakah CCTV tersebut telah diuji oleh digital forensik ataupun tidak.
“Tanggapan kita soal Komnas HAM agar lebih teliti. Jadi bukti elektronik diuji dulu keasliannya, apakah itu asli atau editan, apakah betul sudah diuji betul oleh digital forensik. Karena saya dulu sejak SD (umur 9 tahun) sudah bisa lihat perbedaan sudah di edit atau belum. Artinya video tersebut harus uji dulu oleh digital forensik,” ungkap Kamaruddin dalam keterangannya, Senin (1/8/2022).
Pihaknya meragukan hasil temuan dari Komnas HAM tersebut. Ia melanjutkan bahwa dalam temuan tersebut, Ferdy Sambo tidak ada di rumah saat insiden penembakan terjadi. Tersangkanya Polisi Pangkat Rendah?
Drama misteri kasus ‘kematian sang ajudan’ anggota polisi bernama Brigadir Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masih belum terpecahkan, Rabu (3/8/2022).
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengungkapkan sejumlah temuan terkait kasus yang menyebabkan kliennya tewas dalam baku tembak dengan Bharada E pada Jumat (8/7/2022) di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo yang berlokasi di Duren III, Jakarta Selatan.
Beberapa temuan yang dianggapnya janggal pun diungkapkan. Mulai dari hasil autopsi ulang atau ekshumasi terhadap jenazah Brigadir Yosua atau Brigadir J.
Diketahui, proses autopsi ulang kini dilakukan oleh tim forensik dan dokter perwakilan keluarga. Kamaruddin Simanjuntak kuasa hukum keluarga Brigadir J menyampaikan bahwa autopsi ulang atau ekshumasi dilakukan di RSUD Sungai Bahar, Muaro Jambi, Rabu (27/7/2022).
Dari hasil autopsi, ditemukan sejumlah kejanggalan. Salah satu temuan baru dari hasil autopsi ulang adalah tidak ditemukannya otak dari Brigadir J di dalam kepala. Selain itu, ditemukan juga retakan di kepala.
“Jadi apa yang mereka catat itu sudah hasil kerja sama dengan dokter-dokter forensik, misalnya dibuka kepala gitu ya, pertama tidak ditemukan otaknya. yang ditemukan adalah ada semacam retak enam di dalam kepala itu,” ujar Kamaruddin dalam wawancara di kanal Youtube Refly Harun pada Jumat (29/7/2022).
Tak hanya itu, ditemukan juga bekas tembakan pada bagian belakang kepala yang tembus hingga ke hidung. Ketika tim dokter keluarga bersama para dokter forensik memeriksa bagian belakang kepala Brigadir J, ditemukan bekas luka yang ditutup dengan cara dilem. Ketika tim forensik membuka lem itu, ditemukan terdapat lubang.
“Lubangnya disonde itu ditusuk pakai seperti sumpit itu ada alatnya disonde ke arah mata, mentok. Tapi begitu disonde ke arah hidung ternyata tembus ya. Itulah mengapa adanya jahitan yang sebelumnya difoto ketika berulang kali saya berikan kepada media itu bekas lubang peluru yang ditembak dari belakang kepala dengan posisi agak tegak lurus gitu,” pungkas Kamaruddin.
Berdasarkan temuan tersebut, Kamaruddin menilai pernyataan kepolisian soal peristiwa tembak-menembak yang menewaskan Brigadir J dengan demikian terbantahkan. Sebab bila dikatakan tembak-menembak tentu keduanya saling berhadapan dan tidak mungkin ditemukan luka di bagian belakang kepala.
“Inilah salah satu bukti yang membantah penjelasan Karopenmas Polri bahwa (tewasnya Brigadir J) akibat tembak-menembak dari atas ke bawah. Kalau tembak-menembak itu kan saling berhadapan. Jadi artinya tembakan itu tegak lurus dari belakang ke hidung. Makanya waktu itu hidungnya ada jahitan,” katanya.
Kamaruddin memastikan apa yang menjadi temuan dari hasil autopsi ulang itu telah dicatat dalam bentuk akta notaris untuk mengamankan kebenaran fakta.
“Ini dokter yang menyatakan. Jadi dokter forensik bersama-sama dengan dokter yang mewakili kita, ya Jadi mereka menceritakan ini ditembak dari belakang,” katanya.
Kuasa Hukum Brigadir J Kamaruddin Simanjuntak juga menyampaikan terkait imbas dari tembakan dibelakang kepala yang menembus sampai ke hidung. Lalu, ia menyebutkan akibat tembakan tersebut, posisi otak menjadi bergeser ke perut.
Menurut pernyataannya, saat dibedah bagian perut sampai kepala ditemukan bahwa otaknya sudah berpindah ke bagian perut. Tak hanya itu, ditemukan juga beberapa luka tembakan dari leher ke arah bibir.
Lalu berdasarkan hasil autopsi, ada sejumlah luka lain yakni bekas tembakan peluru di dada hingga adanya luka terbuka di bagian bahu almarhum. Namun, luka di bahu yang membuat daging hampir terkelupas itu diduga bukan diakibatkan dari tembakan dan masih dalam pemeriksaan tim forensik.
Di bagian punggung almarhum Brigadir J juga ditemukan ada memar. Terkait temuan baru dari hasil autopsi tersebut, pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut.