JOMBANG, FaktualNews.co – Momentum hari kemerdekaan tahun ini disebut bisa jadi pancingan awal, khususnya dalam mengembangkan pendidikan.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Jombang, M. Rizal Abdillah. Ia mengatakan, hal yang luput dari perhatian saat ini adalah pendidikan.
Bagi pria yang akrab disapa Joni ini, kemerdekaan bangsa berarti merdeka pula rakyatnya. Yakni terbebas dari segala bentuk eksploitasi, kebodohan, dan ketidakadilan.
“Dalam konstitusi mengatakan, bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk hidup adil dan sejahtera, sebagai prasyarat kemerdekaan seutuhnya,” ucapnya pada wartawan Rabu (17/8/2022).
Namun pada faktanya, sungguh ironi. Karena masih banyak diskriminasi dan ketidakadilan. Baginya, Bangsa Indonesia memang masih sangat jauh dari Kemerdekaan.
“Merdeka itu adalah kekuasan untuk menentukan diri sendiri untuk bisa mengembangkan potensi diri. Jadi, ketika rakyat Indonesia belum dapat mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia merdeka, maka bangsa Indonesia belum bisa dikatakan merdeka,” jelasnya.
Apabila ingin merdeka seutuhnya, yakni kedaulatan dalam segala aspek, negara mempunyai tanggung jawab penting untuk membuat setiap rakyatnya untuk berdiri di kaki sendiri dan tidak bergantung terhadap bangsa atau pihak lain.
Untuk itu, menurutnya, pendidikan adalah alat yang tepat untuk membuat Indonesia menuju kemerdekaan seutuhnya. Terlebih, saat ini sudah banyak pemuda yang berkuliah dan menyelesaikan sarjana.
“Pendidikan itu punya peran untuk menanggulangi segala permasalahan. Seperti pengangguran,” ujar lelaki 24 tahun asal Bekasi ini.
Sebagai sebuah bangsa yang besar dan memiliki sejarah panjang tentu memiliki cita-cita kemerdekaan. Cita-cita itu pun termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,” ungkapnya.
Pengangguran, disebutnya masih jadi pekerjaan rumah bagi pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah. Terlebih, ia menyebut banyaknya mahasiswa yang memang memilih jurusan di beberapa perguruan tinggi, namun tidak sesuai dengan kemampuannya.
“Data pengangguran di Indonesia per Februari 2022 di angka 5,83% dari total masyarakat usia kerja 208,54 juta orang, dan 14% dari 5,83%, pengangguran itu adalah lulusan S1,” imbuhnya.
Apalagi, organisasi yang ia pimpin saat ini, merupakan basis organisasi kemahasiswaan, dimana 100 persen anggotanya masih duduk di bangku kuliah dan tersebar di beberapa kampus di Jombang.
Berpegang pada data tersebut, ia berharap setiap kampus, terlebih di Perguruan Tinggi di Jombang untuk lebih membuka ruang diskusi dengan mahasiswa. Tujuannya, agar kemampuan dan bakat setiap mahasiswa bisa ditemukan kemudian diasah.
Baginya, aspek tersebut yang selama ini ia lihat sangat kurang di perguruan tinggi khususnya di Jombang.
“Kurikulum perkuliahan juga, saya rasa penting yah. Selama yang saya rasakan dan temui, pembelajaran di perkuliahan khususnya di Jombang memang belum sepenuhnya banyak follow up di luar, hanya stagnan di kampus saja. Follow up diluar itu penting, supaya mahasiswa bisa dapat jam terbang keilmuan. Memperbanyak penelitian di luar, bekerjasama dengan lembaga swasta atau pemerintahan, agar nanti tidak kaku, ketika lulus mereka mau kerja apa dan dimana,” pungkasnya.