FaktualNews.co

Pengurus KPRI Budi Arta Mojokerto Laporkan Pengenggelapan Uang Belasan Miliar Rupiah

Peristiwa     Dibaca : 622 kali Penulis:
Pengurus KPRI Budi Arta Mojokerto Laporkan Pengenggelapan Uang Belasan Miliar Rupiah
FaktualNews.co/Istimewa.
Ilustrasi.

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Pengurus Koperasi Pegawai Republik Indonesi (KPRI) Budi Arta Mojokerto melaporkan kasus dugaan penggelapan uang senilai Rp 11,179 miliar ke Polres Mojokerto.

Laporan tersebut dilayangkan pengurus KPRI Budi Arta pada 27 Juli 2022 yang saat itu masih berstatus tim formatur. Diketahui, tim formatur tersebut hasil rapat tahun anggota luar biasa yang dilakukan pada 26 Juni. Kini, pengurus baru yang dipimpin Ustadzi Rois itu telah dinyatakan definitif.

“Kita melaporkan indikasi penyelewengan uang KPRI Budi Arta, laporan kita Rp 11, 197 miliar,” kata ketua 1 Pengurus KPRI Budi Arta, Yuswanto, Senin (29/8/2022).

Terlapor dalam kasus ini adalah karyawan yang ditugasi menjadi kasir, Wahyu Widyawati dan mantan ketua KPRI Budi Arta, Malikan.

Yuswanto menjelaskan, kronologi pelaporan bermula saat dirinya mendapat informasi dari sejumlah anggota KPRI Budi Arta yang merupakan guru pegawai negeri sipil (PNS) itu mengundurkan diri menjadi anggota karena perpindahan status kepegawaian. Sejumlah anggota mengeluhkan dana simpanan wajibnya tidak bisa dicairkan.

“Asal-asal muasalnya karena berbelit-belitnya mekanisme dalam pengembalian dana simpanan wajib anggota. Sebenarnya yang membongkar adalah guru-guru SMA, karena perpindahan status dari kabupaten  ke provinsi. Sehingga berinisiatif mundur dari koperasi Budhi Artha,” ungkapnya.

Namun, ketika para aggota mundur dan berkeinginan menarik dana simpananya, pihak koperasi tidak bisa mecairkan. Padahal, menurut Yuswanto, dalam aturan anggaran rumah tangga KPRI Budi Arta, selambat lambatnya dana simpinan wajib harus dikembalikan dalam jangka waktu 30 hari atau satu bulan sejak anggota mengundurkan diri.

“Dari simpanan wajib itu, kalau anggota itu pensiun tanpa mengajukan penguduran diri, seharusnya mereka dibina. Lah ini tidak terlayani,” jelasnya.

Para guru PNS yang menjadi anggota KP-RI Budi Arta Mojokerto itu memiliki simpanan wajib yang harus dibayar setiap bulannya. Besarannya bervariasi, mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per orang.

“Antara Rp 8-15 juta (simpanan wajib per orang) tergantung berapa lama bergabung,” ujarnya.

Dari kasus itulah mencuat dugaan penyelewengan penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya. Di antaranya, dugaan kredit fiktif hingga dugaan penggunaan uang simpanan mana suka anggota.

“Simpanan mana suka yang diberikan oleh anggota untuk mendukung perputaran kas koperasi dan dia akan memperoleh uang jasa. Nilainya sampai Rp 3-4 miliar, itu tidak ada. Dari sekitar 24 orang (Pemilik simpanan mana suka), ada yang Rp 800 juta paling sedikit Rp 70 juta,” bebernya.

Pengurus juga menemukan dugaan kredit fiktif yang terjadi di KP-RI Budi Arta Mojokerto. Pengurus koperasi mengendus kejanggalan pada mekanisme kredit yang dilakukan oleh mantan ketua koperasi, Malikan.

Masih kata Yuswanto, laporan dari Bendahara KPRI Budi Arta menemukan 89 anggota tercatat hutang. Akan tetapi ketika dikroscek yang namanya tercatat tidak merasa memiliki hutang. Oleh karena itu, ia menduga 89 orang tersebut menjadi korban kredit fiktif.

“Total orang yang namanya dipakai tapi tidak merasa hutang itu ada 89 orang. Data itu kita dapat dari bendahara koperasi. Lalu kita mengadakan verifikasi ke kecamatan, sebagian terbukti otentik. Lah dana ini mengalir kemana, ini yang kita tidak tahu,” terangnya.

Indikasi kredit fiktif itu diperkuat dengan tidak  surat pernyataan hutang dari 89 anggota yang tercatat hutang. Ketika ditanya oleh pengurus baru, karyawan kasir tidak bisa membuktikan.

“Tidak bisa membuktikan bahwa uang itu dikasih ke orang yang tercatat hutang. Dan tidak ada surat pernyataan hutang. Pertanyaannya ini uangnya kemana. Total dari 89 orang itu Rp 3,4 miliar,” tandas Yuswanto.

Yuswanto menambahkan, dalam laporan pengurus di polisi, kerugian KP-RI Budi Arta Mojokerto ditafsir sekitar Rp 11.197 miliar.

“Total kerugian Rp 11.197 miliar. Modus penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya,” ungkapnya.

Kasus dugaan penggunaan kas koperasi yang tidak pada tempatnya hingga dugaan kredit fiktif anggota dan uang simpanan anggota oleh oknum pengurus, itu saat ini sedang dalam penyelidikan pihak kepolisian.

Yuswanto sendiri sudah dipanggil Satreskrim Polres Mojokerto, untuk diminta keterangan.

Sementara, Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Gondam Prienggondhani membenarkan adanya laporan tersebut. Kini pihaknya masih melakukan  penyelidikakan dan pemeriksaan saksi-saksi.

“Sudah memeriksa beberpa pihak untuk klarifikasi, ada pengurus dan pengawas internal koperasi, dan terlapor. Semuanya diperiksa sebagai saksi. Kami masih belum bisa menyimpulkan. Masih penyelidikan,” jawabnya.

 

 

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin