Advertorial

Bagi Masyarakat yang Terindikasi Cacar Monyet Diimbau Segera Periksa Medis

JOMBANG, FaktualNews.co – Penyebaran cacar monyet memang tidak lebih berbahaya dari Covid-19. Namun, jika ada masyarakat yang mulai mengalami gangguan pada kulit atau indikasi cacar dapat langsung memeriksakan ke medis. Hal itu ditegaskan, dr. Andri Catur Jatmiko Sp KK, RSUD Jombang.

“Untuk temuan cacar monyet, apakah tingkat penyebaran cacar monyet ini lebih berbahaya dari Covid-19? Jelas Covid lebih infeksius karena dia sifatnya airborne dalam tanda kutip. Tapi memang yang kemarin diumumkan pemerintah yakni droplet. Airborne mempunyai partikel kecil dan lebih mudah terhirup. Hanya saja kemarin di pemerintah memang masih menjadi perdebatan,” ucapnya Kamis (8/9/2022).

“Jika sudah diumumkan airborne, penanganan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan tiga kali lipat daripada menyiapkan yang droplet. Jika droplet, selama dua bulan memakai masker yang harga Rp 3 ribuan saja itu masih bisa meminimalisir. Namun, jika airborne, harus memakai masker N95. Jadi memang ada pertimbangan medis, ekonomis, politis dan sebagainya,” tambahnya melanjutkan.

Sementara itu, untuk kasus cacar monyet ini, menurutnya jika ada masyarakat yang merasakan indikasi seperti akan terkena penyakit cacar air biasa, segera untuk memeriksa ke medis dan menghindar kontak erat dengan orang sekitar.

“Untuk kasus cacar monyet juga bisa menyebar lewat droplet yang partikelnya besar tapi utamanya adalah kontak kulit dengan kulit. Jadi, jika di skenariokan, jangan menyentuh orang yang terkena cacar monyet sama jangan menghirup udara dari orang yang terjangkit Covid, itu lebih mudah mana? Jelasnya lebih mudah tidak menyentuh. Jadi lebih sulit menularkan cacar monyet, karena skin to skin. Dan skenarionya seperti itu,” ungkapnya.

Guna menjaga jika terdapat kasus cacar monyet ini, apakah dari pemerintah sendiri sudah siap untuk vaksin. Ia menuturkan bahwa untuk cacar monyet sendiri dalam pembuatan vaksin memang tidak mudah.

“Ide vaksin itu muncul ketika sebuah virus menyerang populasi yang banyak. Saya meyakini, cacar monyet tidak akan pernah ada vaksinnya. Bukan karena tidak bisa membuat, karena memang jika membuat vaksin itu risetnya luar biasa dan bisa menghabiskan dana triliunan. Jadi secara ekonomis medis itu tidak ekonomis, karena penularannya sulit dan fatalitynya rendah,” jelasnya.

Ia melanjutkan, jika ada temuan cacar, segera periksakan ke petugas kesehatan kepada spesialis kulit. Apakah nanti yang dialami tersebut cacar air atau ada varian yang biasa disebut sebagai cacar monyet ini.

“Jika nantinya memang sudah diputuskan ada kecenderungan mengarah ke cacar air, maka ikuti prosedur nya. Dilakukan isolasi, jika pada usia sekolah yah tidak usah sekolah terlebih dulu kalau bekerja yah jangan bekerja dulu,” katanya.

“Istirahat di rumah dan sementara jangan berkumpul dengan tetangga dulu, hindari kontak erat dengan keluarga. Jika sudah bersuami istri sebaiknya tidak melakukan hubungan suami istri dulu. Lalu menghindari kontak kulit dan alat-alat pribadi seperti pakaian yang sering dipakai yang pada intinya menjaga kebersihan,” lanjutnya.

Untuk diketahui, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan penyakit cacar monyet sebagai darurat global (public health emergency international) sejak 23 Juli 2022, meskipun tingkat kematian (fatality rate) penyakit ini hanya satu dari 10 kasus.

Penting diketahui bahwa deklarasi kegawatdaruratan global bukan berarti deklarasi pandemi. Meskipun demikian, pernyataan ini berperan penting untuk memotivasi respons cepat dan terkoordinasi lintas-batas terhadap ancaman penyakit cacar monyet yang berpotensi meningkat.

Pemerintah bersama Kementerian Kesehatan telah meningkatkan upaya mitigasi dan langkah antisipasi di berbagai wilayah. Caranya dengan mengaktifkan sistem surveilans epidemiologi, memperketat pengawasan, memperluas sosialisasi, penetapan laboratorium untuk uji sampel, penyediaan vaksin dan 1.000 obat cacar monyet, penyiapan 1.500 reagen untuk tes yang akan dikirim ke semua Balai Besar Laboratorium Kesehatan di semua wilayah.