JEMBER, FaktualNews.co – 3000an petani se Kabupaten Jember menggelar tasyakuran perayaan Hari Tani Nasional di depan Kantor Pemkab Jember, Selasa (27/9/2022). Selain mengadakan tasyakuran, ribuan petani juga menyampaikan protes terkait belum tegasnya pemerintah, khususnya dalam menyelesaikan soal konflik ataupun persoalan agraria di tingkat petani.
Menurut Ketua SEKTI (Serikat Tani Independen) Jember, Jumain mengatakan, dari catatan konsorsium pembaharuan agraria (KPA), hingga 2020 telah terjadi 241 sengketa dan konflik agraria di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Jember. Sementara langkah serta tahap penyelesaian, menurut Jumain, masih jalan di tempat.
“Jadi hari tani ke 62 ini, kita memperingati Hari Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang sampai sekarang belum dijalankan secara murni dan konsekuen,” ujar Jumain saat dikonfirmasi sejumlah wartawan.
Dari kegiatan tasyakuran tersebut, lanjutnya, ribuan petani di Jember juga menyampaikan sejumlah tuntutan.
“Tuntutan pertama, Hentikan kriminalisasi petani sekarang juga, kedua, tegakkan konstitusi agraria melalui jalan reforma agraria sejati, ketiga Segera selesaikan dan tuntaskan sengketa juga konflik agraria di Jember,” sebutnya.
Terkait konflik Agraria, Jumain juga menambahkan, untuk wilayah Jember ada di 22 wilayah kecamatan.
“Diantaranya di Kecamatan Sumberejo, Bangsalsari, Silo, Panti, dua di wilayah Kalisat, juga wilayah lainnya,” ujar Jumain.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember Akhyar Tarfi mengatakan, terkait persoalan konflik agraria pihaknya sudah melakukan identifikasi.
“Paling besar konflik di Jember ini (soal konflik agraria) dibagi menjadi tiga. Pertama, persoalan masyarakat dengan pemerintah (BUMN). Ada PTPN X, XI, dan XII. Kedua persoalan (lahan tanah) dengan perusahaan daerah (BUMD) soal HGU (Hak Guna Usaha), kemudian ketiga, yang dikuasai oleh TNI,” kata Akhyar.
“Tiga persoalan ini yang memang sangat lama (proses penyelesaian konfliknya). Sehingga dengan memanfaatkan Tim GTRA yang sudah terbentuk, sebelumnya belum ada. Kita coba mencari solusi dan akar persoalannya. Sehingga menjadi win-win solution bagi semua pihak,” sambungnya.
Terkait persoalan penyelesaian, lanjut Akhyar, lebih dikedepankan dengan jalur komunikasi yang baik.
“Harus duduk bersama dan butuh waktu. Untuk target penyelesaian, ada beberapa skala prioritas. Diantaranya persoalan HGU, kemudian terkait dengan penguasaan masyarakat di kawasan hutan. Target kita, beberapa persoalan HGU bisa selesai. Kemarin saat peringatan Hantaru di kantor BPN. Pak bupati menyerahkan 750 sertifikat berasal dari tanah HGU, yang kini sudah kita selesaikan dan di distribusikan ke masyarakat. Itu untuk petani,” ujarnya.
Untuk yang yang masuk kawasan hutan, katanya dikuasai masyarakat. Untuk pemukiman, fasos, dan untuk bangunan pemerintah.
“Saat ini proses kita pegumpulan data. Harapannya memang, data ini bisa kita siapkan di bulan Oktober nanti. Tapi yang untuk kawasan hutan, Ini beda dengan kawasan hutan sosial. Karena memanfaatkan lahan tanah di dalam kawasan hutan. Dengan perjanjian-perjanjian atau kesepakatan,” ucapnya.
“Kemudian soal oknum di lapangan, yang (dituding) melakukan kriminalisasi. Untuk persoalan agraria ini, diselesaikan secara formal tidak bisa diselesaikan sepihak,” imbuhnya.
Senada dengan Akhyar, Bupati Jember Hendy Siswanto berjanji akan menyelesaikan konflik agraria secara bertahap.
“Persoalan konflik agraria ini nanti akan kita selesaikan. Yang jelas saya harapkan jangan menambah-nambah masalah. Nanti kita terus kawal untuk menyelesaikan yang satu perkara kecil-kecil dulu, baru nanti yang besar. Soal mengatasi persoalan agraria ini, saya beberapa waktu lalu ke kementeriaan agraria. Yang utama nanti kita akan proses dan bergerak terus,” pungkasnya.