JOMBANG, FaktualNews.co-Keleluasaan pinjaman online (pinjol) masuk ke akses kontak handphone (HP), karena sudah adanya persetujuan dari pemohon. Namun hal ini akan menjadi masalah dan bisa masuk ke ranah hukum ketika hal itu disalahgunakan pihak pinjol menyebarkan hal yang tidak benar.
“Ketika pihak pinjol mengakses kontak di dalam HP kita, dan menyebarkan hal yang tidak benar itu setidaknya ada dua pasal yang patut diduga dilanggar,” ujar Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Surabaya Johan Avie, S.H.
Pertama menurut Johan yakni terkait dengan dugaan tindak pidana Ilegal Akses sebagaimana diatur dalam Pasal 30 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kedua, terkait dengan dugaan Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Dipaparkan Johan, bila berdasarkan keputusan bersama 3 lembaga penegak hukum tahun 2021 tentang penerapan UU ITE, umpatan yang ditujukan langsung kepada orang yang diumpat itu bukan termasuk kategori tindak pidana. Sehingga bila pihak operator pinjol mengumpat kepada yang bersangkutan tidak bisa dijerat dengan hukum.
“Tetapi ketika ada martabat seseorang yang diserang dengan cara memfitnah melalui media elektronik kepada banyak orang, maka disitulah terjadi tindak pidana pencemaran nama baik melalui UU ITE,” papar Johan.
Ditegaskan oleh Johan, relasi hukum di dalam aplikasi pinjol adalah hubungan hutang-piutang murni, yang masuk dalam kategori hukum perdata. Perbuatannya masuk dalam kategori wanprestasi (ingkar janji). Di mana sanksinya adalah sanksi distributif atau sanksi keperdataan, seperti ganti rugi.
Sehingga hanya sebatas ancaman semata jika pihak operator mengultimatum akan membawa perkara ini ke ranah hukum pidana. “Jadi orang tidak dapat dipidana hanya karena wanprestasi,” imbuhnya.
Sebenarnya, seperti yang diungkapkan oleh Johan, pinjol ilegal sejatinya dapat dikenakan pasal pemerasan jika ia menagih kepada para nasabahnya. Karena harus ada izin khusus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dapat menjalankan bisnis pinjol secara legal.
Untuk itu Johan berharap agar pemerintah memperketat dan melakukan evaluasi secara periodik terhadap para pelaku usaha terutama di bidang finance technology. Sehingga masyarakat tidak menjadi korban pinjol ilegal.
“Pemerintah juga harus terus mengedukasi masyarakat dalam perkembangan literasi digital, sehingga masyarakat tidak terjebak pencurian data pribadi ketika menggunakan ponsel pintarnya,” pungkas Johan.