Olahraga

Mengenal Dalikumbang, Perguruan Pencak Silat Asli Mojokerto Besutan Kamas Setyoadi

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Perguruan Pencak Silat Dalikumbang menjadi satu-satunya organisasi silat asli Mojokerto.

Sebab, menurut sejarahnya perguruan ini didirikan oleh Kamas Setyoadi, bekas pemimpin kompi 48 Divisi 1 yang berjuang melawan Agresi Militer Belanda ke-2.

Pasukan yang terdiri dari tentara, pemuda, dan masyarakat itu ditugaskan oleh Panglima Divisi I Kolonel Sungkono beroperasi di wilayah Mojokerto. Pasukan tersebut diberi nama Black Cat (Kucing Hitam).

Setelah pensiun menjadi tentara, sekitar tahun 1960-an pria kelahiran 28 September 1927 itu mengajak para pemuda-pemudi Desa Sambiroto untuk berlatih pencak silat.

Bukan tanpa sebab, pada tahun-tahun sedang gencar-gencarnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Sehingga Kamas merasa bahwa perlu membekali pemuda-pemudi dengan ilmu beladiri untuk menjaga diri dan lingkungan.

Ajakan Kamas disambut antusias para pemuda Sambiroto. Karena sosok Kamas Setyoadi sangat disegani berkat ilmu kanuragannya.

Mereka dilatih di halaman rumahnya yang berada di tepi Jalan Raya Desa Sambiroto, tepatnya saat ini berada di sisi selatan gang 8 Sambiroto, rumahnya bertingkat dua.

Awalnya berdiri, ada puluhan pemuda bersal dari Sambiroto yang berlatih. Kamas memberi nama perguruannya dengan mengambil nama bekas kompinya ‘Black Cat’.

“Ya sekitar sini saja, berkisar antara 20 sampai 25 orang saja,” kata salah satu pengurus Perguruan Dalikumbang seksi prestasi, Imam, Sabtu (8/10/2022).

Kemudian, seiring berjalannya waktu berganti nama menjadi ‘Pencak Pembina Kawan’ dan dirangkap kesenian ludruk. Namun, tahun pada tahun 1965 sempat berhenti karena ada geraksn G30S PKI.

Pada tahun 1967 didirikan kembali oleh Kamas Setyoadi. Dia melakukan musyawarah dengan pemuda Desa Sambirot untuk membuat nama.

Dia juga pergi ke kediaman Kiai Ilyas  di Desa Karangnoko, Kecamatan Sooko, untuk meminta petunjuk.

Menurut Imam yang juga pelatih senior perguruan pencak silat Dalikumbang itu, setelah sowan Kiai Ilyas, Kamas Setyoadi pergi melakukan ritual-ritual khusus.

“Stelah sowan KH Ilyas, ada ritual-ritual khusus sebelum beliau menamankan perguruannya. Saya tidak tahu ritualnya apa, ya beliau sendiri yang tahu. Sehingga semacam mendapatkan ilham setelah itu,” ungkapnya.

Akhirnya, Kamas memberi nama perguruan pencak silatnya ‘Dalikumbang’ usai melakukan ritual.

Pada mulanya banyak yang salah mengartikan nama Dalikumbang. Dalikumbang bukanlah nama dua hewan yang dijadikan satu. Melainkan filosofi dari ilmu  kanuragan Jawa kuno.

Sesungguhnya, jelas Imam, ilmu beladiri yang diajarkan Guru Besar, sebutan Kamas di Perguruan, sudah mengandung ilmu kanuragan. Hanya saja tidak pernah dijelaskan oleh Guru Besar.

Tak heran, pada tahun 1970 an, di Jawa Timur Dalikumbang terkenal dengan ilmu kanuragan. Sehingga lawan-lawan kalau mendengar akan bertaung dengan Dalikumbang ada perasaan gerogi.

Imam menuturkan, Guru Besar Kamas Setyoadi belajar kempuan pencak silat dari berbagai macam perguruan pencak silat di Nusantara, seperti Perisai Diri dan Setia Hati.

Dia mendatangi perguruan-perguruan pencak silat untuk saling berbagi ilmu. Sedangkan kemampuan asli Kamas Setyoadi adalah pencak Silat Jawa Timur-an.

Karakter pencak silat Jawa Timur-an itu tanpa aturan. Berbeda dengan provinsi lainnya, seperti Jawa Barat memiliki ciri khas kuda-kuda kembangan, Jawa Tengah ciri khasnya kuda-kuda pendek.

“Nah di Jawa Timur itu tidak pakai aturan alias campuran dari berbagai macam ilmu beladiri. Sehingga aturan-aturan yang dipakai tidak jelas,” terang Imam.

Untuk mengetahui Dalikumbang, bisa dilihat pada saat warga Dalikumbang melakukan doa persembahan atau salam pembuka. Dimana persembahan yang dilakukan memiliki filosofi tersendiri.

“Filosofi dari persembahan itu mengambil energi dari alam semesta kemudian di masukkan ke dalam tubuh, lalu kita melakukan pembelahan terhdap keangkaramurkaan dunia ini,” terang Imam.

Seiring berjalannya waktu, murid-murid Perguruan Pencak Silat Dalikumbang terus bertambah dan berkembang. Meski Guru besar Kamas Setyoadi sudah wafat pada tahun 1980, para muridnya masih terus melestarikan hingga kini. Jumlahnya sudah mencapai ribuan.

Namun, sepeninggal Guru besar Kamas Setyoadi, Ilmu Kanuragan sudah tidak diturunkan lagi kepada warga Dalikumbang. Menurut Imam, murid-murid yang dilatih langsung oleh Kamas Setyoadi tidak berani menurunkan.

Hal itu karena tidak ada yang menerima amanat untuk menurunkan. Apalagi, memiliki ilmu kanuragan ada risiko tersendiri.

“Warga yang senior tidak ada yang berani. Mengingat risiko dari ilmu kanuragan itu besar. Memiliki ilmu seperti itu ada risiko-risiko yang harus ditanggung,” tegas Mas Imam, sapaan akrabnya.

Selain itu, pengajaran pencak silat Dalikumbang juga tidak mengarah ke pencak silat tradisional. Melainkan lebih ke arah modern. “Lebih mengikuti perkembangan zaman. Tidak monoton seperti pencak silat tradisional,” jelas Imam.

Pria yang juga menjadi anggota IPSI Kabupaten Mojokerto itu menjelaskan perbedaan antara pencak silat tradisional dan modern.

Pencak silat tradisional menggunakan pakem-pekem tertentu. Tiap-tiap perguruan pencak silat mempunyai pekem tersendiri. Ciri khasnya diiringi alat musik. Seperti pencak dor. Sementara, pencak silat modern itu mengacu pada peraturan PB IPSI.

“Pencak modern secara dunia telah diakui milik malaysia. Kalau tradisinol yang pakai musik itu asli milik indonesia,” tuturnya.

Ada beberapa hal ajaran Guru besar Kamas Setyoadi yang masih diajarkan. Yakni, senam atau gerakan pencak silat khas Dalikumbang serta nilai-nilai Prasetya Warga dan Tri Dharma Dalikumbang.

Di dalam Prasetya Warga dan Tri Dharma Dalikumbang pada intinya menekankan rasa persaudaraan, baik kepada warga satu seperguruan atau perguruan lainnya.

“Kita tidak pernah membuat perbedaan antara perguruan pencak silat A dan B. Sehingga sampai sekarang pun tidak pernah Dalikumbang bentrok dengan perguruan lain,” ujar Imam.

Imam menegaskan, dalam pertarungan harus bisa bersikap profesional. Pertandingan sesungguhya ada di dalam arena. “Diluar arena kita semua saudara. Apapun yang terjadi saat pertandingan arena harus diterima,” tegasnya.

Apabila ada warga perguruan Dalikumbang yang ketahuan bentrok dengan warga perguruan lain, hingga sampai ke ranah hukum, akan diberi sanksi dikeluarkan dari Dalikumbang.

Namun jika tidak sampai ke ranah hukum, akan diberikan sanksi berupa sabung dengan cara dikeroyok. Mulai 1 lawan 1, 1 lawan 2, hingga 1 lawan 5. Hal itu dilakukan agar menyadari kselahannya dan menjadi efek jera.

“Bertarung di luar arena diharamkan di Dalikumbang. Ada juga pengecualian, kita diajarkan bagaiman sih membela diri. Apabila nyawa terancam, itu boleh-boleh saja, asalkan tahu batas,” sambung Imam.

Untuk menjadi bagian dari perguruan pencak silat Dalikumbang, seseorang terlebih dahulu harus mengikuti sederet latihan pencak silat dasar.

Setelah mengikuti latihan, mereka akan mendapat sabuk putih, kuning, biru, merah, cokelat, dan hitam, sesuai dengan tingkatan masing-masing.

Setelah menamatkan pencak silat dasar tersebut, seseorang akan dianggap sebagai warga Dalikumbang jika telah disahkan melalui ujian pengesahan.

Sebelum proses pengesahan, kandidat warga perguruan akan mendapat gemblengan jasmani dan rohani secara mendalam.