MOJOKERTO, FaktualNews.co – Penyidikan dugaan kasus korupsi PT Bank Pengkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Mojo Artho terus bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto.
Kasus korupsi di bank plat merah milik Pemerintah Kota (Pemkot) Kota Mojokerto ini diduga merugikan negara hingga Rp 50 miliar. Kejari Kabupaten Mojokerto, menemukan kredit macet dari 65 pembiayaan dan sejumlah penyimpangan lainnya dengan modus perjanjian atau akad istishna.
Penyidikan kasus ini dimulai sejak bulan Oktober 2021. Setahun berlalu, belum ada satu orang pun yang ditetapkan sebagi tersangka. Kejari Kota Mojokerto, telah memeriksa ratusan saksi, baik pihak internal atau eksternal PT BPRS Mojo Artho.
Kendati demikian, Kasi Pidsus Kejari Kota Mojokerto, Tarni Purnomo mengatakan, terdapat 80 orang berpeluang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Namun ia tidak membeberkan secara detail siapa saja.
Hanya saja ia menyebut siapa pun yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah berpotensi terseret menjadi tersangka.
“Yang jelas potensi siapa saja bisa yang terkait dengan pembiayaan ini. Tergantung hasil penyidikan yang kita lakukan. Ada sekitar 65 pembiayaan yang macet, itu pembiayaan, nah orangnya (tersangka) kan bisa lebih dari itu,” katanya saat dikonfirmasi di kantornya, Kamis (27/10/2022).
Saat ini, jelas Tarni, pihaknya sedang mengumpulkan sejumlah barang bukti berupa keterangan saksi-saksi dan dokumen-dokumen.
“Sekarang prosesnya masih pengumpulan alat bukti, dari keterangan saksi-saksi dan dokumen-dokumen. Sehingga minimal dari dua alat bukti nanti itu kita mendapatkan barang bukti,” jelasnya.
Selain itu ditengah proses penyelidikan ada sejumlah nasabah yang diam-diam mengembalikan uang ke BPRS Mojo Artho. Totalnya senilai Rp 4 miliar.
Tarni menegaskan, pengembalian uang tersebut tidak akan mempengaruhi proses hukum. Pihaknya bakal memproses sebagaimana mestinya.
“Meski nasabah mengembaliakan uang senilai Rp 4 miliar, tidak merubah apapun, tidak merubah jumlah kerugian negara,” tegas Tarni.
Awalnya, ia tidak mengetahui ada pengembalian uang dan hendak digunakan apa oleh BPRS Mojo Artho. Pihaknya tidak bisa melakukan penyitaan. Berbeda halnya jika pengembalian dilakukan ke Kejari Kota Mojokerto.
“Yang dibayar ke kita tetap kita sita, yang dibayar melalui BPRS tetap nanti diperhitungkan pada saat pengembalian (kerugian negara,” pungkas Tarni.
Sebagaimana diketahui, dugaan korupsi PT Bank BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto mulai terungkap setelah kejaksaan menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp50 miliar dari Window Dressing pembiayaan-pembiayaan bank.
Penanganan kasus dugaan korupsi PT BPRS ini diawali dengan pengayaan informasi dan data (surveillants) yang dilakukan sejak pertengahan bulan September 2021.
Setelah itu, pihak Kejaksaan melakukan penyelidikan dengan landasan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-02/M.4.5.47/Fd.1/10/2021 pada tanggal 5 Oktober 2021.
Dari penyelidikan tersebut, Kejari menduga adanya tindak pidana korupsi sehingga perkara tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan dengan nomor : Print-02/M.5.47/Fd.1/11/2021 tanggal 10 November 2021.