SURABAYA, FaktualNews.co – Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia. Akan tetapi, pada penderita diabetes, glukosa tersebut tidak dapat digunakan oleh tubuh.
Kadar gula (glukosa) dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi pancreas. Namun, pada penderita diabetes, pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.
Glukosa yang tidak diserap sel tubuh dengan baik akan menumpuk dalam darah. Kondisi tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan pada organ tubuh. Jika tidak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menimbulkan komplikasi yang berisiko mengancam nyawa penderitanya.
Penyebab Diabetes
Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Berikut adalah penjelasannya:
Diabetes tipe 1
Diabet tipe 1 terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat sehingga memicu kerusakan pada organ-organ tubuh.
Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Penyebab diabetes tipe 1 masih belum diketahui secara pasti. Namun, ada dugaan penyakit ini terkait dengan faktor genetik dan faktor lingkungan.
Diabetes tipe 2
Diabet tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling banyak terjadi, yakni sekitar 90–95%. Diabetes tipe 2 terjadi ketika sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak bisa digunakan dengan baik. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah resistensi insulin.
Selain kedua jenis diabetes tersebut, ada jenis diabetes yang biasa terjadi pada ibu hamil, yakni diabetes gestasional. Diabetes jenis ini disebabkan oleh perubahan hormon pada masa kehamilan, tetapi biasanya gula darah penderita akan kembali normal setelah masa persalinan.
Faktor risiko diabetes
Seseorang akan lebih berisiko terkena diabetes tipe 1 jika memiliki factor risiko berikut:
Sementara itu, diabetes tipe 2 lebih berisiko terjadi pada seseorang dengan faktor-faktor berikut:
Khusus pada wanita, ibu hamil yang menderita diabetes gestasional dapat lebih mudah mengalami diabetes tipe 2. Selain itu, wanita yang memiliki riwayat penyakit polycystic syndrome (PCOS) juga lebih mudah mengalami diabetes tipe 2.
Gejala Diabetes
Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena gejalanya cenderung tidak spesifik.
Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:
Selain itu, ada beberapa gejala lain yang juga bisa dialami penderita diabetes, antara lain:
Sementara itu, ada juga beberapa orang yang mengalami prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa dalam darah berada di atas rentang normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes. Meski demikian, seorang penderita prediabetes juga dapat menderita diabetes tipe 2 jika tidak ditangani dengan baik.
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala utama diabetes, yaitu:
Jika Anda memiliki faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena diabetes, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan gula darah rutin. Tujuannya adalah agar penyakit ini dapat terdeteksi dan ditangani sejak dini.
Diagnosis Diabetes
Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1 yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Namun, karena diabetes umumnya tidak terdiagnosis pada awal kemunculannya, orang-orang yang berisiko terkena penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin, terutama pada kelompok berikut:
Tes gula darah merupakan pemeriksaan yang mutlak dilakukan untuk mendiagnosis diabetes tipe 1 atau tipe 2. Hasil pengukuran gula darah akan menunjukkan apakah seseorang menderita diabetes atau tidak. Dokter akan merekomendasikan pasien untuk menjalani tes gula darah pada waktu dan dengan metode tertentu.
Beberapa metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, antara lain:
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak. Tes ini tidak mengharuskan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu.
Jika hasil tes gula darah sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis menderita diabetes.
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien berpuasa. Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam sebelum menjalani tes.
Hasil tes gula darah puasa dapat dikatakan normal bila kadar gula darah pasien kurang dari 100 mg/dL. Sedangkan hasil tes gula darah puasa di antara 100–125 mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes.
Sementara itu, hasil tes gula darah puasa 126 mg/dL atau lebih menunjukkan bahwa pasien menderita diabetes.
Pasien akan terlebih dahulu diminta untuk berpuasa selama semalam, kemudian menjalani tes gula darah puasa. Selanjutnya, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus. Sampel gula darah pasien akan diambil kembali 2 jam setelah minum larutan gula.
Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Sementara hasil tes tes dengan kadar gula 140–199 mg/dL menandakan kondisi prediabetes.
Pasien dapat dikatakan menderita diabetes jika tes toleransi glukosa menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih.
Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2–3 bulan terakhir. Tes ini mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu.
Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 % merupakan kondisi normal, sedangkan hasil tes 5,7–6,4% menunjukkan kondisi prediabetes. Sementara hasil tes HbA1C di atas 6,5% menandakan bahwa pasien menderita diabetes.
Di samping tes HbA1C, pemeriksaan estimasi glukosa rata-rata (eAG) juga bisa dilakukan untuk mengetahui kadar gula darah dengan lebih akurat. Jika pasien didiagnosis menderita diabetes, dokter akan merencanakan metode pengobatan yang akan dijalani.
Khusus pada pasien yang dicurigai menderita diabetes tipe 1, dokter akan menyarankan tes autoantibodi untuk mendeteksi antibodi yang merusak organ dan jaringan tubuh, termasuk pankreas.
Pengobatan Diabetes
Pengobatan diabetes tergantung pada jenis diabetes yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan diabetes yang dapat dilakukan:
Obat-obatan
Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin untuk mengatur gula darah sehari-hari. Beberapa pasien diabetes tipe 2 juga disarankan untuk menjalani terapi insulin untuk mengatur gula darah.
Insulin tambahan biasanya akan diberikan melalui suntikan, bukan dalam bentuk obat oral. Dokter akan mengatur jenis dan dosis insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya.
Pada kasus diabetes tipe 1 yang berat, dokter akan merekomendasikan prosedur transplantasi pankreas untuk mengganti pankreas yang rusak. Pasien diabetes tipe 1 yang berhasil menjalani transplantasi tersebut tidak memerlukan lagi terapi insulin, tetapi harus mengonsumsi obat imunosupresif secara rutin.
Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-obatan, salah satunya adalah metformin. Metformin berfungsi menurunkan produksi glukosa dari hati dan membantu tubuh dalam mengolah insulin secara efektif.
Dokter juga dapat memberikan suplemen atau vitamin guna mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Misalnya, pasien diabetes yang sering mengalami gejala kesemutan akan diberikan vitamin neurotropik.
Vitamin neurotropik umumnya terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin-vitamin ini bermanfaat untuk menjaga fungsi dan struktur saraf tepi. Hal ini sangat penting untuk pasien diabetes tipe 2 agar terhindar dari komplikasi neuropati diabetik yang cukup sering terjadi.
Perubahan pola hidup
Pasien dianjurkan untuk mengatur pola makan dengan memperbanyak konsumsi buah, sayur, protein dari biji-bijian, serta makanan rendah kalori dan lemak. Pilihan makanan untuk penderita diabetes juga sebaiknya benar-benar diperhatikan.
Bila perlu, pasien juga dapat mengganti asupan gula dengan pemanis yang lebih aman, seperti sorbitol. Pasien dan keluarganya juga dapat melakukan konsultasi gizi dan pola makan dengan dokter guna mengatur pola makan sehari-hari.
Untuk membantu mengubah gula darah menjadi energi dan meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara rutin, setidaknya 150 menit dalam seminggu. Pasien juga dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai pilihan olahraga dan aktivitas fisik yang sesuai.
Pasien harus mengontrol gula darahnya secara disiplin melalui pola makan sehat agar gula darah tidak meningkat hingga di atas normal. Selain itu, pasien juga akan diberikan jadwal untuk menjalani tes HbA1C secara mandiri guna memantau kadar gula darah selama 2–3 bulan terakhir.
Tes gula darah mandiri
Tes gula darah mandiri dilakukan sebanyak minimal 4 kali dalam sehari, yaitu pada setiap sebelum makan dan sebelum tidur, terutama bagi yang menjalani terapi insulin. Frekuensi tes yang dilakukan tergantung pada anjuran dari dokter. Setelah itu, hasil tes akan dicatat dan catatan tersebut perlu dibawa ketika kontrol ke dokter.
Komplikasi Diabetes
Diabetes menimbulkan berbagai komplikasi, baik yang terjadi mendadak (akut) maupun dalam jangka panjang (kronis). Komplikasi akut yang dapat terjadi pada penderita diabetes adalah ketoasidosis diabetic dan hyperosmolar hyperglycemic syndrome (HHS).
Sejumlah komplikasi yang dapat muncul akibat diabetes tipe 1 dan 2 adalah:
Diabetes akibat kehamilan juga dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil dan bayi, contohnya adalah preeklamsia. Sementara itu, beberapa komplikasi yang dapat muncul pada bayi adalah:
Pencegahan Diabetes
Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum diketahui. Sementara itu, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat dicegah, yaitu dengan pola hidup sehat. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah diabetes di antaranya: