Rupiah Kini Paling Merana, Dulu Dipuja Terbaik di Asia
JAKARTA, FaktualNews.co –Nilai tukar rupiah terpuruk sepekan terakhir. Mata uang Garuda tidak sanggup melawan kedigdayaan dolar Amerika Serikat AS) setelah bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) melanjutkan kebijakan agresifnya.
Pada perdagangan Jumat (4/11/2022), rupiah ditutup melemah 0,25% ke posisi Rp 15.735/US$, di pasar spot. Posisi tersebut adalah yang terkuat sejak pertengahan April 2020 atau 2,5 tahun terakhir.
Rupiah langsung terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebesar 0,19% ke Rp 15.725/US$ dan melanjutkan pelemahannya menjadi 0,29% ke Rp 15.740/US$ pada pukul 09:03 WIB.
Menjelang penutupan, rupiah sedikit menguat tetapi masih bergerak di zona merah.
Secara keseluruhan, rupiah terpuruk 1,19% dalam sepekan point-to-point. Dalam sebulan, mata uang Garuda juga anjlok 3,11%. Dalam lima hari perdagangan pekan ini, rupiah juga ditutup melemah.
Ambruknya rupiah tak bisa dilepaskan dari kebijakan moneter ketat di AS. Keputusan The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps pada Rabu pekan ini (2/11/2022) membuat dolar AS melambung karena semakin dicari investor. Akibatnya, rupiah pun limbung.
Indeks dolar ditutup menguat ke posisi 112,93 pada Kamis (3/11/2022). Level tersebut adalah yang tertinggi sejak 14 Oktober 2022. Indeks sudah melandai ke posisi 110,88 pada Jumat (4/11/2022).
Ambruknya rupiah juga membuat mata uang Garuda menjadi yang terburuk di Asia. Merujuk pada Refinitiv, mata uang utama negara Asia tidak ada yang terpuruk sebesar rupiah.
Mata uang peso Filipina dan ringgit Malaysia juga melemah tetapi hanya di bawah 1% sepekan. Dalam sepekan, peso Filipina melemah 0,55% sementara ringgit Malaysia melandai 0,54%.
Sebagian besar mata uang Asia bahkan sudah menguat tajam. Rupee India menguat 0,36% sepekan sementara Dolar Singapura menanjak 0,52%.
Renminbi China juga menguat 0,93% dalam sepekan sementara yen Jepang naik 0,59%. Pemenang besar pekan ini adalah baht Thailand dan won Korea. Baht Thailand menguat 1,66% sementara won Korea menanjak 1,31% sepekan.
Kinerja rupiah berbanding terbalik dengan awal September lalu atau dua bulan lalu. Pada periode tersebut, rupiah mampu mencatatkan kinerja terbaik di Asia.
Pada pekan pertama September (5-9 September 2022), rupiah bahkan mampu menguat 0,45% dalam sepekan. Rupiah menjadi pilihan investor pada periode tersebut. Salah satunya karena status Indonesia sebagai eksportir komoditas membuat rupiah menarik karena Indonesia relatif aman dari guncangan lonjakan harga energi.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan kenaikan suku bunga acuan (The Fed Fund Rate/FFR) pada Rabu pekan ini membuat nilai tukar mata uang emerging market melemah, termasuk rupiah.
“Sentimen risk-off atau flight to quality di beberapa negara emerging market meningkat, dan menyebabkan mayoritas nilai tukar di kawasan melemah, termasuk Indonesia,” tutur Dody, kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan pelemahan nilai tukar rupiah akan terbatas karena prospek ekonomi Indonesia yang membaik.
“Kami perkirakan (pelemahan) relatif terbatas ditopang optimisme pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2022, inflasi yang turun, dan yield spread SBN yang masih kompetitif,” imbuh Dody.
Senior Executive Vice President Treasury and International Banking BCA, Branko Windoe, meskipun nantinya rupiah melemah karena ada kejutan dari The Fed, mata uang Garuda tidak akan jatuh ke level Rp 16.000/US$1. Pasalnya, Bank Indonesia akan menjaga level rupiah sesuai fundamentalnya.
“Setiap kali ada goncangan, BI aktif menjaga stabilitas. Kelihatannya itu susah untuk tembus (Rp 16.000/US$1). Bukan tidak bisa tapi susah karena neraca perdagangan masih surplus, punya cadev dan likuiditas dolar masih memadai. Ada demand-supply yang sudah berimbang,” tutur Brankoe dalam acara Profit Lunch CNBC TV, Rabu (2/11/2022).