Ekonomi

Ini Cara Perusahaan Rokok Hindari Tarif Cukai yang Tinggi

JAKARTA, FaktualNews.co– Meskipun terjadi kenaikan harga rokok akibat kebijakan cukai, ternyata perokok masih dapat berpindah ke produk rokok yang lebih murah. Sehingga kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dinilai masih belum cukup untuk mengatasi tingginya angka perokok di Indonesia.

Tidak heran jika perusahaan rokok pun akhirnya memilih menjual produk rokok murah dari golongan 2. Apalagi, perusahaan rokok pun tampaknya terus berupaya menjual rokok dengan harga murah.

Perusahaan kini berlomba-lomba memproduksi rokok kelas dua dengan tarif cukai yang lebih murah. “Pengusaha juga masih bisa memilih atau mengakali agar bisa menggunakan tarif cukai yang lebih rendah,” kata Direktur Kebijakan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI) Olivia Herlinda dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/11/2022).

Sampoerna misalnya, memproduksi rokok merek Marlboro Crafted yang dijual hanya Rp 7.000an per bungkus. Sama halnya dengan Nojorono Tobacco International yang meluncurkan rokok Minak Djinggo Rempah yang harganya hanya Rp 10.000an menambah lini produksi rokokoknya.

Djarum juga melakukan hal serupa, dengan meluncurkan rokok Djarum 76 Madu Hitam seharga Rp 12.000an. Sementara itu, Gudang Garam juga meluncurkan Gudang Garam Patra, dan Sriwedari yang dibanderol Rp 11.000-Rp 12.000an.

Jika menilik kebijakan cukai yang berlaku di Indonesia, eksistensi rokok murah ini seharusnya diwaspadai. Olivia usulkan, untuk meminimalisir maraknya jumlah dan jenis rokok murah, diperlukan terobosan pada struktur tarif cukai saat ini.

“Setiap golongan memiliki dua sampai tiga tarif cukai yang berbeda. Dengan begitu, opsi rokok murah akan selalu ada. Simplifikasi tarif cukai itu kebijakan yang penting untuk memimalkan ketersediaan rokok murah di pasaran,” ujarnya.

Itulah sebabnya CISDI mendorong kebijakan kenaikan cukai yang optimal, yang ini masih menunggu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Senada, Peneliti Center of Human and Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Roosita Meilani mengatakan bahwa selisih tarif cukai rokok antargolongan masih sangat lebar dan memicu masalah seperti downtrading.

Dia mengatakan, selisih tarif ini memicu perusahaan rokok memainkan produksi di golongan lebih rendah dengan beragam merek. Perusahaan yang turun golongan ini memicu perpindahan preferensi juga di kalangan masyarakat karena downtrading mempengaruhi HJE dan HTP.

“Selisih tarif ini sebaiknya didekatkan, dijadikan satu saja tidak perlu ada golongan. Tahapannya dapat melalui PMK yang terbit tiap tahun tarif cukainya didekatkan, dan yang sudah selisih kecil dijadikan satu. Bahkan kalau bisa hanya sesuai jenisnya saja, tanpa ada golongan,” katanya.