JAKARTA, FaktualNews.co-Tersangka kasus penistaan agama dan ujaran kebencian berbau SARA yang menjadi buruan Polri di Amerika Serikat, Saifuddin Ibrahim (SI), kabar terbaru menyebutkan Saifuddin kini menjadi pemulung. Hal ini terungkap dalam video berdurasi 7 menit yang dibuat Saifuddin Ibrahim di media sosial.
Tampak Saifuddin bersama rekannya memulung botol bekas. Bagaimana reaksi Polri terkait video tersebut?
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengungkap proses pencarian Saifuddin Ibrahim terus dilakukan.
Menurutnya pihak kepolisian saat ini terus berkomunikasi dengan aparat penegak hukum di Amerika Serikat (AS). “Sudah saya tanyakan dan ini masih berproses nanti dari Interpol,” kata Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (4/1/2023).
Dedi menyampaikan Mabes Polri berkoordinasi dengan Interpol untuk memulangkan tersangka itu agar dapat segera menjalani proses hukum dalam statusnya sebagai tersangka penista agama. “Sudah (koordinasi) masih menunggu dulu,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta 300 ayat Alquran dihapus terancam hukuman pidana 6 tahun penjara seusai ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
“Pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Rabu (30/3/2022).
Ramadhan menjelaskan bahwa SI dijerat dengan pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ia menyatakan bahwa pasal tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana penistaan agama dan ujaran kebencian berdasarkan SARA.
Selain itu, pasal itu berkaitan dengan dugaan penyebaran berita bohong alias hoax.
“SI dijerat dugaan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau pencemaran nama baik dan/atau penistaan agama,” ungkap dia.
“Dan atau pemberitaan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran dan atau yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat dan atau menyiarkan suatu berita yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap melalui media sosial youtube Saifuddin Ibrahim,” sambung dia.
Lebih lanjut, Ramadhan menyampaikan pihaknya masih berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk mencari keberadaan tersangka yang diduga berada di Amerika Serikat.
“Penyidik terus koordinasi dengan beberapa kementerian atau lembaga dan instansi lain terkait keberadaan tersangka saat ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Agus Andrianto mengungkapkan, Saifuddin Ibrahim telah mempersiapkan pergi ke luar negeri sebelum ucapannya yang diduga berisi ujaran kebencian viral di masyarakat.
“Memang pada saat yang bersangkutan, kayaknya mereka sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Indonesia, dari awal Maret menurut data perlintasan mereka ke Amerika,” ucap Agus, saat ditemui Kompas.com di Pendopo Bupati Blora, pada Rabu (30/3/2022) malam.
“Namun, kami akan melakukan upaya untuk P to P atau police to police, mudah-mudahan nanti kita juga meminta bantuan kepada FBI,” imbuh dia.
Jenderal kelahiran Blora, Jawa Tengah, tersebut menjelaskan, Mabes Polri sudah beberapa kali membantu FBI dalam mengungkap sejumlah kasus, sehingga diharapkan kerja sama yang telah terjalin baik semakin mempermudah upaya penangkapan Saifuddin Ibrahim.
“Nanti police to police kalau emang tidak tercapai melalui MRA, kita juga bisa melakukan upaya pendekatan FBI yang ada di sana, karena beberapa kali kami juga membantu teman-teman FBI yang ada di Amerika pada saat mengungkap kasus penipuan yang melibatkan warga negara Indonesia dan warga negara mereka, kita kerja sama untuk membantu pengungkapan, saya rasa kita akan lakukan upaya itu,” terang dia.
Sosok Saifuddin Ibrahim
Dikutip dari akun YouTubenya, Saifuddin Ibrahim lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 26 Oktober 1965. Ia memiliki nama lain Abraham Ben Moses. Saifuddin Ibrahim lahir di keluarga muslim hingga akhirnya pindah keyakinan.
Ayahnya berprofesi sebagai guru. Setelah lulus dari SMA di Bima, Saifuddin melanjutkan kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Ia mengambil jurusan Perbandingan Agama.
Selepas dari UMS, Saifuddin Ibrahim mengajar di Pesantren Darul Arqom Sawangan Depok, Jawa Barat. Lalu pada 1999 ia mengajar di NII Al Zaytun Panji Gumilang di Indramayu.
Pada 5 Desember 2017, ia ditangkap dan didakwa atas ujaran kebenciaan karena menghina Nabi Muhammad SAW.
Dikutip dari TribunMedan, saat itu ia divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Sementara itu, Plt Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Thobib Al Asyhar memastikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak mengenal Pendeta Saifuddin Ibrahim.
Dalam sebuah video, Pendeta Saifuddin mengatakan berulang kali sejumlah hal terkait situasi kehidupan keagamaan di Indonesia kepada Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pendeta Saifuddin dalam videonya menyinggung masalah kurikulum pesantren dan mengaitkannya dengan radikalisme, serta usulan menghapus 300 ayat Alquran.
“Gus Menteri tidak kenal dengan Pendeta Saifuddin Ibrahim,” ujar Thobib melalui keterangan tertulis, Rabu (16/3/2022).
Menurut Thobib, selama ini tidak pernah ada pertemuan resmi antara Gus Menteri dengan Pendeta Saifuddin.
Dia juga tidak menemukan dalam buku catatan tamu terkait agenda pertemuan Menag dengan Pendeta Saifuddin.
“Gus Menteri tidak pernah mendengar apa yang diklaim Pendeta Saifuddin berulangkali dikatakan ke Menag,” ucap Thobib.
Thobib menyayangkan pernyataan dari Pendeta Saifuddin.
Dirinya menilai yang disampaikan Pendeta Saifuddin terkait pesantren dan ayat Alquran adalah hal yang salah.
“Tidak pada tempatnya Pendeta Saifuddin mengklaim pesantren melahirkan kaum radikal. Dia lupa bahwa Gus Menteri terlahir dari lingkungan pesantren dan juga keluarganya memiliki pesantren,” kata Thobib.
Menurut Thobib, Yaqut tidak setuju dengan pernyataan Pendeta Saifuddin tersebut. Selama ini, Thobib mengatakan Yaqut selalu memprioritaskan kebijakan mengenai pesantren.
“Tentu Menag tidak setuju dengan pernyataan Pendeta Saifuddin. Gus Menteri bahkan menjadikan kemandirian pesantren sebagai salah satu program prioritasnya,” jelas Thobib.
Selain itu, Thobib juga menilai pernyataan Pendeta Saifuddin tentang ayat-ayat Alquran adalah salah. Alquran, kata Thobib, adalah kitab suci yang diyakini sempurna oleh umat Islam.
Thobib menilai tidak pada tempatnya tokoh agama mengeluarkan statement terkait kitab suci umat lain, apalagi dengan cara yang bisa menyinggung.
Yaqut, kata Thobib, selama ini terus mengajak tokoh agama untuk tidak menyampaikan pendapat, apalagi di muka umum, yang bukan menjadi kompetensinya.
Para tokoh agama, termasuk Pendeta Saifuddin, menurut Thobib, semestinya lebih mengedepankan usaha untuk merajut kerukunan.